PENGELOLAAN SAMPAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sampah pada dasarnya merupakan suatu
bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat
mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk
membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah dan pengelolaannya kini menjadi
masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak
dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan
keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat
mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk
mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian
terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan
rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan
dengan semakin majunya kebudayaan.
Oleh karena itu penanganan sampah di
perkotaan relatif lebih sulit dibanding sampah di desa-desa.
Masalah yang sering muncul dalam
penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin
sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya
operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu
mengumpulkan dan membuang ± 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari
60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter,
boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).
Untuk mendapatkan tingkat efektifitas
dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka dalam
pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya
pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah.
Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat,
perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu
dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Departemen
Koperasi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Industri maupun
lembaga keuangan). Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan
pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.
Untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik dan
benar melalui perencanaan yang matang dan terkendali dalam bentuk pengelolaan
sampah secara terpadu.
I.2 Tujuan Penulisan
1.
Mengkaji
permasalahan yang mungkin timbul dari cara pengelolaan sampah dengan
sistem yang berlaku sampai saat ini; dan
2. menyajikan beberapa solusi demi tercapainya
pengelolaan sampah yang lebih baik
dan diperkirakan dapat
diterapkan di lapangan.
I.3 Manfaat Penulisan
Semoga makaliah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan
masyarakat umumnya. di mana dengan
makalah ini kita bisa menambah
pengetahuan yang lebih terhadap pengelolaan sampah terpadu sebagai salah
satu upaya mengatasi problem sampah di perkotaan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN
PERMASALAHAN
II.1. Sistem Operasional Pengelolaan Sampah Saat Ini
Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan
dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : pengumpulan, pengangkutan dan
pembuangan akhir/pengolahan. Tahapan kegiatan tersebut merupakan suatu
sistem, sehingga masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem.
Aboejoewono (1985) menggambarkan secara sederhana
tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut :
·
Pengumpulan
·
Pengangkutan
·
Pembuangan
Akhir/Pengolahan
II.2. Lingkungan Sanitasi Yang Dituju
Pengumpulan diartikan sebagai
pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara
sebelum menuju tahapan berikutnya.
Pada tahapan ini digunakan sarana
bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong
maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo). Untuk melakukan pengumpulan
(tanpa pemilahan), umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah
setiap periode waktu tertentu.
Tahapan pengangkutan dilakukan dengan
menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat
pembuangan akhir/pengolahan. Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada
periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke
tempat pembuangan akhir (TPA).
Pada tahap pembuangan akhir/ pengolahan,
sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis
sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses. Sidik
et al (1985)mengemukakan bahwa ada dua proses pembuangan akhir, yakni : open
dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary lanfill (pembuangan
secara sehat). Pada sistem open dumping, sampah ditimbun
di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup; sedangkan pada cara sanitary
landfill, sampah ditimbun secara berselang-seling antara
lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.
Sampah yang telah ditimbun pada tempat
pembuangan akhir (TPA) dapat mengalami proses lanjutan. Tehnologi yang
digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah:
1.
Teknologi
pembakaran (Incinerator) Dengan cara ini dihasilkan produk
samping berupa
logam bekas (skrap) dan uap yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Keuntungan
lainnya dari penggunaan alat ini adalah :
a)
dapat
mengurangi volume sampah ± 75% - 80% dari sumber sampah
tanpa proses pemilahan,
b)
abu atau
terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan dan
bisa langsung dapat dibawa ke tempat penimbunan pada lahan
kosong, rawa ataupun
daerah rendah sebagai bahan pengurug, dan
c)
pada instalasi yang cukup
besar dengan
kapasitas ± 300
ton/hari dapat
dilengkapi dengan pembangkit listrik sehingga
energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya proses (Dinas
Kebersihan DKI Jakarta, 1985).
2.
Teknologi komposting
yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk maupun penguat
struktur tanah.
3.
Teknologi daur
ulang yang dapat menghasilkan sampah potensial, seperti:
kertas, plastik logam dan kaca/gelas.
II.3. Permasalahan
Pengelolaan Sampah Sistem Lama
Beberapa permasalahan yang mungkin
timbul dalam sistem penanganan sampah sistem lama, yakni :
1.
Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai
dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum
dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi lanjutan berupa komposting maupun
daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut
jenisnya sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana
maupun menyita waktu.
2.
Pembuangan
akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :
a.
Perlu lahan
yang besar bagi tempat pembuangan akhir (TPA)
sehingga hanya cocok bagi kota yang masih mempunyai
banyak lahan yang tidak terpakai.
Apalagi bila kota menjadi semakin bertambah
jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin
bertambah baik jumlah dan jenisnya. Hal ini
akan semakin bertambah juga luasan
lahan bagi TPA. Apabila
instalasi Incinerator yang ada tidak dapat
mengimbangi jumlah sampah yang masuk jumlah
timbunannya semakin lama semakin meningkat.
Lalu dikhawatirkan akan timbul berbagai masalah sosial dan
lingkungan, diantaranya :
·
dapat menjadi
lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit
lain;
·
dapat
menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan
meter; dan
·
dapat
mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.
b.
Biaya
operasional sangat tinggi bagi pengumpulan, pengangkutan dan
pengolahan lebih lanjut. Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah
otonomi.
c.
Pembuangan
sistem open dumping dapat menimbulkan
beberapa dampak negatip terhadap lingkungan. Pada penimbunan
dengan sistem anarobik landfill akan timbul leachate
di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan
tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan
dapat menimbulkan bau tidak enak, selain itu dapat
menjadi tempat pembiakan bibit penyakit seperti :
lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).
d.
Pembuangan
dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat mencegah timbulnya
bau, penyakit dan lainnya,
tetapi masih memungkinkan muncul masalah lain
yakni :
3.
Timbulnya
gas yang dapat menyebabkan pencemaran
udara. Gas-gas yang mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S,
NH3 dan lainnya. Gas H2S dan NH3
walaupun jumlahnya sedikit, namun dapat menyebabkan bau yang
tidak enak sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat
tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.
4.
Pada proses
penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan
dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan
sampah. Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang
berujung pada tambahan dana.
5.
Penggunaan
Incinerator dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya :
a.
dihasilkan abu (± 15%) dan gas yang memerlukan
penanganan lebih lanjut. Selain itu gas yang dihasilkan dari
pembakaran dengan menggunakan alat ini dapat
mengandung gas pencemar berupa : NOx., SOx dan
lain-lain yang dapat mengganggu kesehatan manusia;
b.
dapat
menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan
Incinerator dari abu maupun terak. Kualitas air kotor dari instalasi ini
menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;
c.
memerlukan
biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator. Untuk menangani sampah ±
800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari
hasil penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;
d.
butuh
keahlian tertentu dalam penggunan alat ini. Sebagai contoh pada
penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990,
namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami
filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan. Hal ini
tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya. Belum lagi
sampah yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.
e.
Penggunaan Incinerator
ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih
memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;
6.
Belum
maksimalnya usaha pemasaran bagi kompos yang
dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;
7.
Belum
maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;
8.
Sulitnya
mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat
dalam penanganan sampah. Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan
kerja yang rendah dari para pengelola sampah.
II.4. Pengelolaan
Sampah Perkotaan Perlu Diubah
Pada dasarnya pola
pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (tempat pembuangan akhir)
sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan pertambahan
penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan membuat kota
dikepung “lautan sampah” sebagai akibat kerakusan pola ini terhadap lahan dan
volume sampah yang terus bertambah. Pembuangan yang dilakukan dengan
pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat
meningkatnya intensitas pencemaran. Selain itu yang paling dirugikan dan
selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran
rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.
Penanganan model
pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi penghapusan
model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan TPA
(tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah
(leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk.
Cara
penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara
membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan
lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru. Hal ini secara ekonomi akan
mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987).
Solusi dalam mengatasi
masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua
program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan),
kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi.
Partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan
dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof (1977)
mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan
terbagi atas 4 tahap, yaitu :
a) partisipasi pada tahap perencanaan,
b) partisipasi pada tahap pelaksanaan,
c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil
pembangunan,
d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan
monitoring.
Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap
proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara
lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana,
dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.
Keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi
persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang
semakin kompleks. Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk
membiasakan masyarakatnya memilah sampah. Reduce (mengurangi), Reuse
(penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif
aplikatif dan dapat bernilai ekonomis. Sistem ini diterapkan pada skala
kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah. Model ini
akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang
berat. Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam
pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal
daripada cara yang diterapkan saat ini.
II.5. Pengelolaan
Sampah Terpadu Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Volume sampah di
kota-kota besar, misalnya di Jakarta yang mencapai 24000 hingga 27000 m3/hari
menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Jakarta sudah pada tahap menghawatirkan
bila tidak dikelola secara baik, dimana potensi konflik dapat meledak
sewaktu-waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan ulang secara
menyeluruh tentang konsepsi pengelolaan sampah di perkotaan. Persoalan
yang mendesak dan sulit untuk diatasi pada masyarakat di kota besar adalah
rantai distribusi yang terlalu panjang dan pola TPA (tempat pembuangan akhir)
yang sentralistis, dimana jika satu unit mengatasi masalah, maka seluruh sistem
akan terganggu. Puluhan miliar dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi hanya untuk
menangani sampah.
Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat
dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern,
dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan.
Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan
standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak
swasta untuk berpartisipasi aktif. Pendekatan yang digunakan dalam konsep
rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah
yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”.
Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari
bencana menjadi berkah”. Hal ini penting karena pada
hakikatnya pada timbunan sampah itu kadang-kadang masih mengandung
komponen-komponen yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi
namun karena tercampur secara acak maka nilai ekonominya hilang dan bahkan
sebaliknya malah menimbulkan bencana yang dapat membahayakan lingkungan hidup.
Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen
yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat
rumah tangga. Setiap rumah tangga memisahkan sampah mereka ke dalam tiga
tempat (tong) sampah. Masing-masing diisi oleh sampah organik, anorganik
yang dapat didaur ulang (seperti : gelas, plastik, besi, kertas dan
sebagainya). Sampah plastik dikumpulkan kemudian dikirim ke industri yang
mengolah sampah plastik. Demikian halnya sampah kertas dikumpulkan
kemudian dikirim ke industri pengolah kertas. Sedangkan sampah
organik disatukan untuk kemudian dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk
pertanian. Industri pengolah bahan sampah menjadi bahan baku dibuat pada
skala kawasan, bisa terdiri dari 1 kecamatan atau beberapa kecamatan. Hal ini
untuk memangkas jalur transportasi agar menjadi lebih efisien. Dari bahan
baku kemudian dibawa ke industri pengolah yang lebih besar lagi yang dapat
menerima bahan baku dari masing-masing kawasan. Di tempat ini bahan baku
yang diterima dari masing-masing kawasan diolah menjadi barang yang bernilai
ekonomis tinggi.
Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap
pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku. Dana untuk
membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota
dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari
hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah
Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang
lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan
pemberdayaan masyarakat, peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya
meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta
peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.
Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan
kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan, teknologi penanganan
plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang. “Teknologi Pengolahan Sampah
Terpadu menuju Zero Waste” harus merupakan teknologi yang ramah
lingkungan. Untuk mencapai hal
tersebut di atas harus dilakukan beberapa usaha, diantaranya :
1.
Perlu
perubahan paradigma dari tujuan membuang menjadi memanfaatkan kembali untuk
mendapatkan keuntungan;
2.
Perlu
perbaikan dalam sistem manajemen pengelolaan sampah secara keseluruhan; Untuk
mencapai keberhasilan, maka perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa
sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan
dan lainnya.
3.
Pemanfaatan bahan kompos untuk taman kota dalam bentuk kampanye penghijauan dengan
contoh-contoh hasil nyata sebagai upaya promosi pada masyarakat luas;
4.
Upaya pemasaran bahan kompos
bagi taman
hiburan yang memerlukannya. Misalnya
kebun binatang, kebun raya, taman buah dan sebagainya.
5.
Sampah
anorganik sebagai bahan baku industri. Budaya daur ulang sampah di
Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun masih harus terus dikembangkan, baik
dari segi infrastruktur, teknologi maupun dari segi sistem organisasinya. Hal
ini penting untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat dari para pemulung.
6.
Perlu dibuat
aturan hukum yang bersifat mengikat yang berlaku
bagi masyarakat agar dapat mengikuti aturan-aturan bagi terlaksananya
pengelolaan sampah terpadu. Hal ini untuk membiasakan mentalitas masyarakat
sebagai pemroduksi sampah.
Ada empat tahapan kegiatan yang senantiasa harus dilakukan secara simultan dan
berkelanjutan dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait dalam
pengelolaan sampah ini, yakni :
1. Studi Penelitian Terpadu
Kegiatan ini diawali dengan melibatkan lembaga peneliti, pemerhati dan praktisi guna
mencari data sedetail mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar
suatu hubungan korelasi antara input dengan output yang pada
akhirnya akan memudah kan perecanaan sistem penanganan dan
investasi yang mengacu pada data/kondisi yang ada.
2. Diseminasi
Dalam hal ini
perlu penyelenggaraan kampanye secara rutin
melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan pemanfaatan
sampah, informasi melalui media TV, radio, majalah
dan lain - lain mengenai dampak dari sampah
yang tidak terolah, dan
penyelenggaraan
forum-forum informasi daerah dengan melibatkan
masyarakat dan lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai
organisasi yang langsung bersentuhan dengan masyarakat (partisipatoris).
3. Law Enforcement
Perlunya dibangun
suatu penegakan hukum secara mandiri dengan
sanksi yang berjenjang mulai dari peringatan dan pemungutan kembali
sampah yang dibuang, kompensasi pembayaran denda,
penayangan di media cetak, hingga penegakan hukum
lingkungan bagi pelanggar lingkungan.
4. Kebijakan Politik
Pemerintah Daerah
diharapkan dapat melakukan kebijakan politik
khususnya mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya
didukung penuh oleh Pemerintah Pusat dengan melibatkan
seluruh stakeholder dalam teknis perencanaan,
penyelenggaraan dan pengembangannya. Hal ini
diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan sekedar permasalahan
Pemda atau Dinas Kebersihan setempat, namun lebih dari itu merupakan masalah
bagi setiap individu, keluarga, organisasi dan akan
menjadi masalah negara
bila sistem perencanaan
dan pelaksanaannya tidak dilakukan dengan terpadu dan berkelanjutan.
Aparat terkait sebaiknya tidak ikut
terlibat secara
teknis, hal ini untu menghindari meningkatnya
anggaran biaya penyelenggaraan, selain itu keterlibatan
aparat terkait dikhawatirkan akan membentuk
budaya masyarakat yang
bersifat tidak peduli.
Pemerintah dan aparat terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai
fasilitator dan konduktor dan setiap permasalahan persampahan
sebaiknya dimunculkan oleh masyarakat atau organisasi sosial selaku produsen sampah. Hal ini diharapkan
terciptanya sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan
organisasi.
II.6. Keuntungan dari Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari
sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :
1.
Biaya pengangkutan
dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah;
2.
Tidak
memerlukan lahan besar untuk TPA;
3.
Dapat
menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki
nilai ekonomis;
4.
Dapat lebih
mensejahterakan petugas pengelola kebersihan;
5.
Bersifar
lebih ekonomis dan ekologis;
6.
Dapat
menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang mengelola
sampah menjadi bahan yang bermanfaat;
7.
Dapat lebih
memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota.
Bab III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.1.1. Strategi pengelolaan sistem lama yang mengandalkan
pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu
diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center). Disamping
memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar juga
menimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat
kota serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli terhadap
lingkungannya.
3.1.2. Pendekatan yang paling tepat untuk masa mendatang
dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang dapat
merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan
cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan
yang mempuyai nilai.
3.2 Saran
3.1.1. Perlu diadakan penelitian dan
pembahasan lebih lanjut dalam menemukan berbagai macam alternative solusi dan
mengatasi permasalahan ini, sehingga tidak hanya berpatok pada satu rujukan
saja dalam mengatasi masalah tersebut.
3.1.2. Disamping itu juga perlu peningkatan
keterampilan tenaga kerja di lapangan dan tenaga pemikir seperti pengiriman ke
pelatihan-pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Aboejoewono,
A. 1985. Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan
Permasalahannya; Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus. Jakarta.
[Anonimus1]. Pengolahan Sampah Terpadu Jakarta Diminta
Segera Direalisasikan. http://www.detiknews.com/read/2011/12/08/015309/1785718/10/pengolahan-sampah-terpadu-jakarta-diminta-segera-direalisasikan [8 Desember 2011]
Daniel,
T. S., Hasan, P. dan Vonny, S. 1985. Tehnologi Pemanfaatan Sampah
Kota dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual. PPLH
ITB. Bandung.
Dinas
Kebersihan Kota DKI Jakarta. 1985. Permasalahan dan Pengelolaan Sampah
Kota Jakarta. Jakarta.
Murtadho, D. dan Sa’id, E. G.
1988. Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat. Sarana Perkasan.
Jakarta.
Sidik,
M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B. 1985. Tehnologi
Pemusnahan Sampah dengan Incinerator dan Landfill.
Direktorat Riset Operasi Dan Manajemen. Deputi Bidang Analisa Sistem Badan
Pengkajian Dan Penerapan Teknologi. Jakarta.
PENGELOLAAN SAMPAH
Reviewed by kangmaruf
on
12:20 AM
Rating:
No comments: