Diabetes Melitus (DM) pada Hewan
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Diabetes melitus merupakan salah satu kelainan
metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel-sel
pulau langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon insulin disekresikan
dalam jumlah yang sedikit, atau tidak sama sekali (Versby, 1994).
Diabetes mellitus (DM) dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Jika kekurangan produksi insulin atau terdapat resistensi insulin maka kadar glukosa dalam darah akan meninggi (melebihi nilai normal). Insulin adalah suatu zat yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Insulin diperlukan agar glukosa dapat memasuki sel tubuh, di mana gula tersebut kemudian dipergunakan sebagai sumber energi.
Jika tidak ada insulin, atau jumlah insulin tidak memadai, atau jika insulin tersebut cacat , maka glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di darah dalam jumlah besar.
Diabetes mellitus (DM) dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Jika kekurangan produksi insulin atau terdapat resistensi insulin maka kadar glukosa dalam darah akan meninggi (melebihi nilai normal). Insulin adalah suatu zat yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Insulin diperlukan agar glukosa dapat memasuki sel tubuh, di mana gula tersebut kemudian dipergunakan sebagai sumber energi.
Jika tidak ada insulin, atau jumlah insulin tidak memadai, atau jika insulin tersebut cacat , maka glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di darah dalam jumlah besar.
Penyakit diabetes melitus atau kencing manis
disebabkan oleh multifaktor, keturunan merupakan salah satu faktor penyebab.
Selain keturunan masih diperlukan faktor-faktor lain yang disebut faktor
pencetus, misalnya adanya infeksi virus tertentu, pola makan yang tidak sehat,
stres, makan obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar gula darah dan
sebagainya.
Diabetes melitus juga dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin pada sel target (Bierman, 1985). Melitus seringkali menimbulkan komplikasi pada berbagai organ tubuh jika tidak ditangani dengan tepat. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya (Clark dan Ferry, 1999).
Diabetes melitus juga dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin pada sel target (Bierman, 1985). Melitus seringkali menimbulkan komplikasi pada berbagai organ tubuh jika tidak ditangani dengan tepat. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi dalam jangka waktu lama, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur internal lainnya (Clark dan Ferry, 1999).
BAB
II
PATOGENESIS
DIABETES MELITUS
I.
DIABETES
MELITUS TIPE 1
DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang menghancurkan sel-sel β pancreas. DM tipe ini sangat bergantung dengan terapi insulin karena jika tidak mendapatkan insulin, penderita akan mengalami komplikasi metabolik serius berupa ketoasidosis dan koma.
Fungsi utama
hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara :
a. Meningkatkan
jumlah gula yang disimpan di dalam hati.
b. Merangsang
sel-sel tubuh agar menyerap gula.
c. Mencegah
hati mengeluarkan terlalu banyak gula.
Disinilah fungsi
hormon insulin sebagai “stabilizer” alami terhadap kadar glukosa dalam darah.
Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin ataupun terjadi
gangguan pada proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah, maka potensi
terjadinya diabetes melitus sangat besar sekali.
A.
Faktor
Genetik
Berdasarkan
studi yang ada, didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1.
Gen yang paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar
50% penderita DM tipe 1 memiliki HLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype.
Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu proses autoimun pada DM tipe 1.
Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1 adalah insulin dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu proses autoimun pada DM tipe 1.
B.
Faktor
Autoimmunitas
Di antara sekian
banyak jenis sel pankreas, hanya sel β yang dihancurkan oleh sistem imun.
Walaupun demikian tipe sel islet lain seperti sel α yang memproduksi
glukagon, sel δ yang
memproduksi somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas,
masih berfungsi.
Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan sel β. Sel β peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor α (TNF α), interferonγ, dan interleukin-1(IL-1). Mekanisme dari proses kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel T CD8+.
Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut mirip dengan sel β dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan sel β. Sel β peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor α (TNF α), interferonγ, dan interleukin-1(IL-1). Mekanisme dari proses kematian sel β belum diketahui dengan pasti, namun proses ini dipengaruhi oleh pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel T CD8+.
Dasar dari
abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-tolerance sel T. Kegagalan toleransi ini dapat disebabkan oleh
defek delesi klonal pada sel T self-reactive
pada timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor terhadap
supresi sel regulator.
Hal – hal tersebut membuat sel T autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus limfe peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas → merusak sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin = including IFN-γ and TNF) dan CD8+ CTLs.
Hal – hal tersebut membuat sel T autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada nodus limfe peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas → merusak sel β. Populasi sel T yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin = including IFN-γ and TNF) dan CD8+ CTLs.
Sel islet
pankreas yang menjadi target autoimun antara lain adalah Islet cell autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu komposisi dari
beberapa antibodi yang spesifik pada molekul sel islet pankreas seperti insulin,
glutamic acid decarboxylase (GAD),
ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (protein granul yang mensekresi insulin). Sehingga antigen
tersebut merupakan marker dari proses autoimun DM tipe 1.
C.
Faktor
Lingkungan
Berbagai faktor
lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah terbukti
benar-benar berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain meliputi
virus (coxsackie B, mumps,
cytomegalovirus dan rubella). Terdapat
3 hipotesis yang menjelaskan bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 :
1. Akibat
infeksi virus → inflamasi serta kerusakan sel Pulau Langerhans → pelepasan
antigen sel β dan aktivasi sel T autoreaktif
2. Virus
memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel β sehingga memicu respon imun
yang juga beraksi dengan sel β pada pancreas
3. Infeksi
virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi reinfeksi
dengan virus yang sama yang memiliki epitop antigenic yang sama → memicu respon
imun pada sel Pulau Langerhans
Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada
yang dapat menjelaskan secara pasti pathogenesis infeksi virus terhadap
timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak ada hubungannya dengan timbulnya
DM tipe 1. 2 Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah protein susu bovine
dan komponen nitrosurea.
II.
DIABETES
MELITUS TIPE 2
Resistensi
insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci dari berkembangnya
DM tipe 2. Obesitas, terutama tipe sentral, sering ditemukan pada penderita DM
tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosa hampir normal karena sel-sel B
pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin.
Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah setelah makan.
Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan kegagalan sel beta.
Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah setelah makan.
Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan kegagalan sel beta.
Berdasarkan studi terbaru dikatakan
bahwa dalam timbulnya DM tipe 2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu transcription
factor 7–like-2 (TCF7L2) pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi
pada WNT signaling pathway.
Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan gen yang
mengatur toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dan lain-lain.
Ada
4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya sekresi
insulin, dan meningkatnya
produksi glukosa hati, dan metabolisme lemak yang abnormal.
A.
Resistensi
Insulin
Resistensi insulin adalah resistensi
terhadap efek insulin pada uptake,
metabolisme, dan penyimpanan glukosa. Hal tersebut dapat terjadi akibat defek
genetik dan obesitas.
Menurunnya kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif
pada jaringan perifer merupakan gambaran DM tipe 2.
Mekanisme resistensi insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin. Polimorfisme pada IRS-1 berhubungan dengan intoleransi glukosa dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari berbagai molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan keadaan yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu:
Mekanisme resistensi insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin. Polimorfisme pada IRS-1 berhubungan dengan intoleransi glukosa dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme dari berbagai molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan keadaan yang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma.
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas, yaitu:
- Asam lemak bebas (free fatty acids/FFA). Peningkatan trigliserida intraselular dan produk metabolisme asam lemak menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin.
- Adipokin. Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin meningkatkan resistensi insulin.
- PPARg (peroxisome proliferator-activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones). PPARg merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin. TZD merupakan antioksidan (antidiabetik) yang mampu berikatan dengan PPARg sehingga menurunkan resistensi insulin.
Gambar B-2. Hubungan
Obesitas dengan Resistensi Insulin
Berikut
ini merupakan table berisi hal – hal yang dapat menurunkan respon terhadap
insulin :
|
|||||||||
|
B.
Gangguan
Sekresi Insulin
Gambar Progres Timbulnya DM
Kegagalan
sel β ini tidak terjadi pada semua penderita DM tipe 2 sehingga diduga ada
pengaruh faktor intrinsik berupa faktor genetik yaitu gen diabetogenik TCF7L2. Polipeptida
amiloid pada pulau Langerhans (amilin) disekresikan oleh sel beta dan membentuk
deposit fibriler amiloid pada pankreas penderita DM tipe 2 jangka panjang.
Diduga bahwa amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat bersifat kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta berkurang). Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipotoksisitas.
Diduga bahwa amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel β berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat bersifat kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta berkurang). Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipotoksisitas.
C.
Peningkatan
Produksi Glukosa Hati
Ketika tubuh
semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang tinggi akan memaksa
tubuh mensekresikan insulin secara terus menerus ke dalam sirkulasi darah
(hiperinsulinemia). Pada keadaan normal, seharusnya hal ini dapat membuat
glukosa dikonversi menjadi glikogen dan
kolesterol.
Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi glukosa (glukoneogenesis).
Hal ini pada akhirnya akan berujung pada terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi insulin di otot rangka.
Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi glukosa (glukoneogenesis).
Hal ini pada akhirnya akan berujung pada terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi insulin di otot rangka.
D.
Abnormalitas
Metabolik
1.
Abnormalitas
metabolisme otot dan lemak
Resistensi
insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat menormalkan kadar gula
darah. Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif
insulin berkurang, sedangkan hepatic
glucose output bertambah sehingga menyebabkan hiperglikemia.
Akumulasi lipid
dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan
produksi ATP mitokondria yang dirangsang insulin, menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti
lipid peroksida.
Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selain mengatur berat badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur sensitivitas insulin.
Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang produksi glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta.
Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selain mengatur berat badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur sensitivitas insulin.
Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsang produksi glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta.
Di sisi lain,
produksi adiponektin berkurang pada obesitas dan menyebabkan resistensi insulin
hepatik. Adiponektin memegang peranan penting dalam resistensi insulin yang
dihubungkan dengan struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu menurunkan
kandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR-α dan AMP-Kinase.
Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2. Selain itu, beberapa produk adiposit dan adipokin merangsang inflamasi sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada DM tipe 2.
Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2. Selain itu, beberapa produk adiposit dan adipokin merangsang inflamasi sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada DM tipe 2.
2.
Peningkatan
produksi glukosa dan lipid hati
Pada DM tipe 2,
resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk
menekan glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia saat puasa dan penurunan
penyimpanan glikogen hati setelah makan.1 Peningkatan produksi
glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah terjadi abnormalitas
sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka.
Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik dan abnormalitas fungsi hati.
Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.
Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dari adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik dan abnormalitas fungsi hati.
Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitu peningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL.
DAFTAR PUSTAKA
Fauci,
et al. Harrison's : Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA :
McGraw-Hill, inc.,2008.
German MS, Masharani U. Pancreatic hormones and diabetes mellitus. Greenspan’s basic and clinical endocrinology. Edisi ke-8. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2007.
Maitra
A, Abbas AK. The endocrine system. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.
Umar
H, Adam J. Low Adiponectin Levels and The Risk of Type 2 Diabetes Mellitus. The
Indonesian Journal of Medical Science Volume 2. 2009 Januari (1) : 56-60.
Diabetes Melitus (DM) pada Hewan
Reviewed by kangmaruf
on
5:21 PM
Rating:
No comments: