PENYAKIT ZOONOSIS (BRUCELLOSIS)
1.1 LATAR
BELAKANG
Berbagai penyakit yang muncul di masyarakat saat ini
banyak berasal dari hewan. Hal ini menjadi menjadi sangat penting karena
penyakit dari hewan tersebut sewaktu – waktu dapat mewabah hingga jangkauannya
luas. Sehingga diperlukanlah langkah – langkah terpadu untuk mencegah dan
menanggulanginya. Mewabahnya penyakit asal hewan terkait dengan populasi
manusia, lingkungan, dan agen penyakit itu sendiri yang dapat berimplikasi pada
kemunculan suatu penyakit zoonosis. Penyakit zoonosis adalah penyakit yang
ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Umumnya penyakit zoonosis
bersifat fatal baik pada hewan maupun manusia. Penyakit zoonosis menurut agen penyebabnya
yaitu zoonosis akibat virus, bakteri, protozoa dan arthropoda, parasit, serta
jamur.
Salah satu penyakit zoonosis karena bakteri adalah
Brucellosis atau biasa dikenal dengan penyakit keluron. Umumnya penyakit ini
banyak menyerang sapi dan menyebabkan abortus (keguguran) sedangkan pada
manusia sering menyebabkan gejala – gejala saraf. Sehingga diperlukan
langkah-langkah strategis untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit
ini.
2.1 PENGERTIAN PENYAKIT ZOONOSIS
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang
ditularkan oleh hewan ke manusia dan sebaliknya dari manusia ke hewan. Penyakit
zoonosis umumnya bersifat fatal dan dapat menimbulkan kematian. Kemunculan tak
terduga dari penyakit zoonosis juga memunculkan istilah emerging zoonosis. Istilah ini dapat didefinisikan secara luas
sebagai kejadian penyakit zoonosis dengan : 1) agen penyakit yang dikenal dan
muncul pada area geografik yang berbeda, 2) agen penyakit telah dikenal atau
kerabat dekatnya dan menyerang hewan yang sebelumnya tidak rentan, 3) agen
penyakit yang belum dikenal sebelumnya dan terdeteksi untuk pertama kalinya.
Sedangkan re-emerging zoonosis adalah
penyakit zoonosis yang pernah mewabah dan sudah mengalamai penurunan intensitas
kejadian namun mulai menunjukkan peningkatan kembali.
Penyakit zoonosis diklasifikasikan dalam beberapa kategori :
a.
Berdasarkan
reservoir utama
-
Anthropozoonosis
-
Zooanthroponosis
-
Amphixenosis
b.
Berdasarkan
agen penyebab
-
Virus - Chlamydia dan Ricketsia
-
Bakteri
- Parasit
-
Jamur
c.
Berdasarkan
cara penularannya
-
Zoonosis
langsung
-
Siklo
zoonosis
-
Meta
zoonosis
-
Saprozoonosis
2.2 ETIOLOGI
Penyakit brucellosis atau penyakit keluron menular disebabkan oleh bakteri Brucella. Bakteri Brucella berbentuk kokobasil (short rods) dengan panjang 0,6 – 1,5
µm dan lebar 0,4 – 0,8 µm, bersifat Gram negatif, non motil, tidak membentuk
spora, tidak berkapsul, dan bersifat aerob. Karena tidak menghasilkan spora,
bakteri Brucella mudah dibunuh
dibawah sinar matahari namun apabila lingkungan jauh dari jangkauan sinar
matahari maka bakteri ini dapat bertahan selama 6 bulan.
Terdapat 6 spesies yang saat ini dikenal yaitu : B. melitensis, B. abortus, B. suis, B. neotomae, B. ovis, dan B. canis. Disebut penyakit keluron
karena karakteristiknya dapat menyebabkan keguguran/abortion pada hewan bunting
(Dharmojono, 2001).
2.3 MEKANISME PENULARAN PENYAKIT
Reservoir alamiah dari B. abortus
adalah sapi, B. suis adalah babi, B. melitensis adalah kambing/domba.
Inang alamiah dari B. canis adalah
anjing dan B. ovis adalah domba.
a)
Infeksi
pada manusia
Manusia dapat terinfeksi secara langsung maupun tidak langsung melalui
produk hewan seperti keju dan susu mentah ataupun lewat inhalasi agen melalui
udara. Model transmisi dan alur penetrasi tergantung dari epidemiologi wilayah,
hewan reservoir, dan kelompok pekerja yang terpapar. Terjadinya transmisi
secara kontak diawali pada wilayah yang bersifat enzootik. Kelompok yang
dianggap berisiko terkena adalah pekerja di RPH, pedagang, dan dokter hewan.
Infeksi biasanya terjadi saat penanganan fetus atau kontak dengan sekresi
vagina, ekskreta, dan karkas yang terinfeksi lalu mikroorganisme , serta
melalui kulit yang luka/abrasi.
b)
Infeksi
pada sapi
Sumber utama infeksi pada sapi adalah cairan fetus, sisa – sisa setelah
melahirkan, dan cairan vagina. Jalur masuk utama infeksi pada sapi adalah
melalui oral lewat (pakan dan air yang terkontaminasi), kulit yang luka,
inhalasi, dan secara kongenital (fenomena laten) seperti dari induk ke fetus
atau melalui air susu induk. Namun pada jalur kongenital masih harus dievaluasi
lebih mendalam.
c)
Infeksi
pada babi
Prinsip sumber infeksi sama seperti sapi. Rute infeksi melalui kontak
seksual secara alamiah dimana pejantan yang terinfeksi brucellosis mengawini
betina sehat, melalui rute oral (digesti) dari berbagai macam makanan yang
diberikan kepada babi, secara inhalasi dan melaui konjungtiva.
2.4 KEJADIAN PADA MANUSIA DAN HEWAN
PADA
MANUSIA
Manusia merupakan hospes aksidental dan tidak
menularkan pada manusia lainnya. Prevalensi infeksi pada hewan – hewan
reservoir merupakan kunci terjadinya infeksi pada manusia. Manusia dapat
tertular oleh B. melitensis, B. suis, B. abortus, dan B. canis.
Penularan B. abortus dan B. suis biasanya mempengaruhi kelompok
pekerja di peternakan sapi namun berbeda halnya dengan B. melitensis lebih sering terjadi pada populasi yang lebih luas
terutama pada kambing, domba, atau kedua – duanya. Sumber penularan berupa
keluron/lendir, air susu, kemih, dan tinja. Penularan terjadi melalui oral (makanan/minuman
yang terkontaminasi), lendir mata, inhalasi, dan kulit yang terluka. Bakteri
umumnya memperbanyak diri pada kelenjar limfe di kepala dan usus.
Kasus terbesar yang pernah dilaporkan di negara
Argentina, Meksiko, dan Peru. Dari keempat strain Brucella yang dapat menginfeksi manusia, B. melitensis lah yang paling bersifat patogen dan paling cepat
menulari manusia. Pada umumnya masa inkubasi penyakit antara 1 – 3 minggu.
Penyakit ini bersifat septikemik dengan kematian yang tiba – tiba atau gejala
awalnya tidak diketahui secara pasti yang disertai oleh demam. Gejala
brucellosis bersifat akut yang gejalanya meliputi demam undulan merupakan
gejala khas karena suhu tubuh naik turun dan bervariasi hingga 40°C) , berkeringat,
dan badan bau busuk di malam hari. Gejala umum lainnya seperti susah tidur,
impotent, sakit kepala, anoreksia, sembelit, dan arthralgia. Brucellosis juga
berpengaruh pada sistem saraf. Banyak pasien juga mengalami pembesaran getah
bening (splenomegali) dan hepatomegali. Komplikasi brucellosis dapat menimbulkan
masalah serius seperti encephalitis, meningen peripheral neuritis, spondilitis,
supuratif arthritis, dan
endokarditis. Bentuk kronis brucellosis dapat muncul dan disertai reaksi
hipersensitivitas. Pada daerah enzootik, kasus brucellosis dapat bersifat
asimptomatik.
Gambar 1. Penularan brucellosis
dari hewan ke manusia
b PADA
HEWAN
Brucellosis pada hewan hampir ditemukan diseluruh
dunia namun infeksinya telah dibasmi hampir dibanyak negara Finlandia,
Norwegia, Swedia, Denmark, Belanda, Belgia, Swiss, Jerman, Austria, dll. Prevalensi
brucellosis cukup tinggi pada sapi perah sekitar 1 – 40%. Brucellosis pada babi
jarang terjadi dan muncul secara sporadis. Di negara Eropa memperlihatkan
adanya hubungan epidemiologi penyakit dengan brucellosis oleh B. suis biotipe 2 pada kelinci hutan (hare). Di negara – negara Amerika Latin penyakit ini pada babi bersifat
enzootik. Brucellosis pada kambing dan domba merupakan masalah penting terutama
pada daerah yang memiliki populasi kambing – domba yang cukup besar seperti
negara – negara Amerika Latin. Domba yang terserang brucellosis memperlihatkan epididimitis
dan spondilitis yang pernah dikonfirmasi di New Zeeland, Australia, dan Eropa.
Penularan yang
terjadi pada hewan umumnya sama dengan manusia yaitu melalui per oral, lendir
mata, inhalasi, dan kulit yang terluka. Setelah berhasil memasuki tubuh inang,
infeksi dapat bersifat terlokalisir seperti di hati, limpa, dan sumsum tulang
belakang. Dan dapat bersifat menyebar sehingga menyebabkan mastitis. Namun
gejala yang ditimbulkan umumnya terjadi pada hewan yang telah dewasa kelamin.
Adapun gejala – gejala penyakit brucellosis
pada beberapa spesies hewan meliputi :
1.
Sapi
Patogen utama pada sapi adalah B.
abortus namun sapi juga dapat tertular oleh B. suis dan B. melitensis
bilamana mendapat rumput atau fasilitas yang berasal dari babi, kambing, atau
domba yang tertular. Masa inkubasi sangat bervariasi dan berproporsi terbalik
dengan perkembangan janin yaitu semakin berkembang kehamilan semakin pendek
masa inkubasinya. Gejala utama pada sapi betina yang khas adalah keguguran (abortus)
pada umur kebuntingan bulan ke-5 sampai ke-9 atau kelahiran pedet prematur.
Abortus biasanya diikuti dengan retensi plasenta atau metritis yang akan
menyebabkan infertilitas permanen. Jika tidak terjadi abortus, maka kuman Brucella dapat disekresikan ke plasenta,
cairan fetus, leleran vagina, kelenjar getah bening, dan kelenjar susu. Sedangkan
pada sapi jantan biasanya terlihat dengan membesarnya salah satu atau kedua testis
disertai dengan penurunan libido dan infertilitas. Terkadang testis juga
mengalami atrofi, vesiculitis seminal, ampulitis, higroma, dan arthritis. Sementara
pedet dapat terinfeksi secara vertikal melalui air susu induk yang menderita
mastitis.
Awalnya Brucella memperbanyak
diri pada limfonodus regional lalu bersama limfe dan darah (bakterimia) menyebar ke seluruh organ.
Secara umum Brucella dapat ditemukan
pada limfonodus, uterus, ambing, limfa, hati, dan pada sapi jantan ditemukan di
semen. Sejumlah besar erithritol
yaitu karbohidrat penstimuli perkembangan Brucella
dapat ditemukan pada plasenta sehingga menyebabkan plasentitis dan nekrose
kotiledon. Kepekaan sapi terhadap infeksi tergantung jenis kelamin dan usia
ternak. Pada fase akut dari penyakit ini ditandai dengan tingginya kejadian
abortus serta tingginya tingkat reaktor terhadap uji aglutinasi. Hewan dengan
kategori sangat peka yaitu sapi betina dewasa yang pertama kali bunting dan
beberapa kali bunting. Sebagian besar sapi yang tertular brucellosis
menunjukkan titer aglutinasi positif selama beberapa tahun dan setelah 1 - 2 kali
abortus, maka sapi – sapi tersebut bisa kembali normal dan dapat memproduksi
susu secara normal.
Gambar 2. Kuman Brucella
yang ditemukan di semen (Xavier, 2010)
2.
Babi
Patogen utama pada babi adalah B.
suis. B. suis memiliki 3 biotipe
yaitu 1, 2, dan 3. Infeksi yang disebabkan biotipe 1 dan 3 menyebar secara
langsung dan tidak langsung dari babi ke babi. Sedangkan biotipe 2 (biotipe Danish) sering ke babi melalui
kelinci hutan (Lepus europaeus). Babi
juga dapat terinfeksi B. abortus
namun bersifat asimptomatik dan hanya terbatas pada daerah kepala dan leher.
Apabila brucellosis menyerang peternakan babi sehat maka akan muncul gejala :
abortus, infertilitas, anak babi lahir lemah, orchitis, epididimitis,
arthritis, abses, dan spondylitis. Infeksi umumnya bersifat sementara pada babi
yang disapih sekalipun dapat memunculkan terjadinya hewan karier.
3.
Kambing
Patogen utama pada kambing adalah B.
melitensis. Umumnya gejala sama pada hewan lainnya meliputi hygroma,
arthritis, spondylitis, dan orchitis. Ada juga gejala utamanya adalah abortus pada
bulan ketiga atau keempat masa kehamilan. Pada kambing betina dapat menyebabkan
mastitis sebagai tanda awal terjadinya infeksi brucella pada suatu kelompok.
Pada infeksi kronis umumnya penyakit tidak terlalu tampak dan secara patologi
anatomi tidak terbukti walaupun patogen berhasil diisolasi.
4.
Domba
Brucellosis pada domba jantan dibedakan menjadi 2 yaitu brucellosis klasik
dan brucellosis epididymitis. Brucellosis klasik disebabkan oleh B. melitensis yang banyak menyerang
domba di wilayah penggembalaan secara intensif. Infeksi biasanya terjadi secara
spontan dan tidak ditransmisikan dari domba ke domba lainnya sedangkan
brucellosis epididymitis disebabkan oleh B.
suis. Tanda klinis berupa lesi organ genital, abortus atau kematian
neonatal, epididymitis unulateral atau bilateral, atrofi testis, dan spondilitis.
Pemeriksaan laboratorium brucellosis pada domba dapat memakai sampel semen dan
urin.
5.
Kuda
Patogen yang menginfeksi adalah B.
abortus dan B. suis. Biasanya
penyakit ini bermanifestasi dalam bentuk fistulous bursitis “pool evil” dan “fistulus withers”. Gejala abortus jarang terjadi meskipun pada
feses ditemukan agen infeksi tapi gejala biasanya berupa spondilitis. Manusia
dapat terinfeksi karana ada lesi – lesi yang terbuka. Pada umumnya kuda tahan
terhadap infeksi dan penularan penyakti dari kuda ke kuda belum diketahui.
6.
Anjing
dan kucing
Kasus brucellosis pada anjing bersifat sporadis disebabkan oleh B. abortus, B. suis, dan B. melitensis. Penularan melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi cairan fetus dan air susu. Gejala bisa
bersifat subkilnis namun juga dapat muncul gejala seperti demam, kekurusan,
ochitis, anestrus, arthritis, dan abortus. Pada kucing, penyakit brucellosis
bersifat epizootic yang disebabkan oleh B.
canis. Ciri – ciri penyakit pada kucing demam panjang, kematian embrionik,
aborsi, prostatitis, epididymitis, scrotal dermatitis, lymphadenitis, dan
splenitis. Abortus muncul pada 50 hari masa kebuntingan. Namun meskipun dapat
terinfeksi Brucella, kucing cenderung
resisten dan jarang dilaporkan adanya kasus brucellosis pada kucing.
7.
Mamalia
domestik lainnya
Kerbau peliharan (Bubalus bubalis)
dan lembu (Bos grunniens) dapat terinfeksi B. abortus dengan gejala
mirip brucellosis pada sapi. Selain itu, unta – unta Camelus bactrianus, unta Camelus
dromedaries, dan unta di Amerika juga dapat terinfeksi B. abortus. Pada alpca (Lama
pacos) di dataran tinggi (altiplano) di wilayah Peru dapat terinfeksi
brucellosis yang disebabkan oleh B.
abortus.
8.
Hewan
liar
Brucella secara luas ada di hewan – hewan liar seperti tikus
padang pasir di Amerika (Neotoma lepida)
sebagai reservoir B. neotomae,
kelinci hutan (Lepus europaeus)
sebagai reservoir B. suis biotipe 2,
caribou (Rangifer caribou) sebagai
reservoir B. suis tipe 4, rubah (Dusicyon gymnocercus) dan Grison (Galictis furaxeuropaeus) yang dapat
terinfeksi B. abortus biotipe 1 dan B. suis biotipe 1. Karnivora dapat
tertular karena memakan fetus setelah kelahiran.
9.
Unggas
Gejala yang muncul pada infeksi brucellosis pada ayam berupa berat badan
menurun, penurunan produksi telur, dan diare. Perjalanan penyakit brucellosis
pada unggas sangat akut. Selain ditemukan pada unggas, Brucella juga pernah diisolasi dari spesies burung liar seperti
korvids (Corvus cornix dan Tripanscorax fragilecus).
2.5 PENGOBATAN
Secara umum pengobatan untuk penyakit brucellosis pada ternak tidak
disarankan karena penyakit bersifat persisten dimana bakteri adalah bakteri
intraseluler, metabolisme hewan tertular akan lambat, dan penyakit menghasilkan
granuloma sehingga menghambat masuknya obat. Kalaupun dilakukan pengobatan maka
dapat diberikan antibiotik streptomisin, doksisiklin, dan rifampisin. Namun
dengan syarat diberikan dalam jangka waktu lama dan tidak boleh terputus rata –
rata selama 6 minggu. Namun dalam beberapa kasus, penyakit brucellosis dapat
sembuh sendiri setelah 1 – 2 kali mengalami abortus.
Pada orang dewasa dan anak diatas umur 8 tahun, antibiotika yang dapat
diberikan adalah doksisiklin dan rifampisin selama 6 – 8 minggu, sedangkan
untuk anak dibawah 8 tahun sebaiknya diberikan rifampisin dan trimethroprim-sulfamethoxazole
selama 6 minggu. Penderita brucellosis dengan spondilitis direkomendasikan
aminoglikosida selama 2 – 3 minggu lalu diikuti dengan doksisiklin dan
rifampisin selama 6 minggu.
2.6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Karena tidak efektifnya tindakan pengobatan, maka sangat disarankan tindakan
pencegahan yang meliputi :
a)
Melakukan
kontrol dan eradikasi terhadap hewan reservoir.
Ternak yang didiagnosis brucellosis harus segera dipisahkan dipisahkan dan
jika ada kejadian abortus, fetus, dan membran fetus harus segera dikirim ke
laboratorium untuk diuji. Kemudain tempat didesinfeksi dan semua material
terkontaminasi harus dibakar.
b) Mengkonsumsi
produk asal hewan yang higienis dan terjamin mutu seperti susu yang
dipasteurisasi
c)
Menggunakan
perlengkapan kerja sesuai standar keamanan dan bekerja dibawah pengawasan
dokter hewan pada kelompok rawan infeksi seperti peternak sapi, pekerja RPH,
dan dokter hewan itu sendiri.
d) Vaksinasi
kepada kelompok rawan tertular seperti dokter hewan, pekerja kandang, pemerah susu,
dan pekerja di RPH.
e)
Vaksinasi
pada daerah endemis (prevalensi <2%)
serta melakukan pengujian dan pemotongan (test and slaughter) pada daerah dengan prevalensi > 2%. Vaksin
menggunakan strain 19 atau strain 45/20. Vaksinasi tidak berlaku untuk sapi betina
bunting. Vaksinasi pada sapi betina diatas umur 4 bulan sedangkan vaksinasi
tidak dilakukan pada sapi jantan karena dapat menurunkan fertilitas
f)
Pada
daerah yang bebas brucellosis (seperti Bali dan Lombok) melakukan lalu lintas
pada ternak secara ketat.
DAFTAR PUSTAKA
Noor, Susan Maphilindawati. 2006. BRUCELLOSIS: PENYAKIT ZOONOSIS YANG BELUM BANYAK DIKENAL DI INDONESIA.
Balai Penelitian Veteriner Bogor : Bogor
Seleem,Mohamed N. 2010. Brucellosis: A re-emerging zoonosis. The Institute for Critical Technology
and Applied Science, Virginia Polytechnic Institute and State University,
Blacksburg.
Setiawan, Endhi D. 1991. BRUCELLOSIS PADA SAPI. Balai Penelitian Veteriner Bogor : Bogor
Xavier, Mariana N. 2010. Pathogenesis of Brucella spp.
Departamento de ClÃnica e
Cirurgia Veterinária, Escola de Veterinária, Universidade Federal de Minas
Gerais, 31270-901 Belo Horizonte, MG, Brazil
PENYAKIT ZOONOSIS (BRUCELLOSIS)
Reviewed by kangmaruf
on
7:32 PM
Rating:
No comments: