Penyakit Mulut Dan Kuku (PMK) Pada Hewan

Pengertian Umum ( PMK )
       Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease (FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. 

Kasus yang menyerang manusia sangat jarang. PMK atau yang secara internasional dikenal sebagai foot-and-mouth disease merupakan penyakit hewan yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia, terutama negara-negara pengekspor ternak dan produksi ternak, karena sangat cepat menular dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa besarnya. 

Seluruhnya ada 15 jenis penyakit hewan menular berbahaya, yang secara ekonomis sangat merugikan, yang dimasukkan dalam daftar A oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties). 

Salah satu penyakit tersebut adalah PMK. Meskipun persoalan PMK sampai dengan saat ini dianggap hanyalah merupakan masalah kesehatan hewan dan tidak menyentuh kesehatan manusia, akan tetapi dampak PMK menjadi sangat luas mengingat keterkaitannya dengan aspek penting yang mempengaruhi kehidupan manusia yaitu aspek ekonomi dan perdagangan.




Etiologi
Genus dari Aphthovirus menyebabkan penyakit mulut dan kuku (PMK). Terdapat tujuh serotype dari virus PMK yang telah diidentifikasi melaui uji serologi dan perlindungan-silang; virus itu dinyatakan dengan O (Oise) dan A (Allemagne); C (sebagai antisispasi bahwa O dan A mungkin akan dinamai kembali untuk memungkinkan persamaan tipe selanjutnya A, B, C, dst); SAT1, SAT2, SAT3 (South African territories) dan Asia1. 

Secara historis tiap tipe sudah dibedakan lagi menjadi subtipe berdasarkan beda kualitatif. Keragaman antigenik ini disebut heterogenitas antigen. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam penggunaan vaksin, karena vaksin spesifik pada serotipe tapi tidak pada subtipe. Di Indonesia pernah terjadi wabah PMK akibat adanya tipe O11.

Karakteristik :
  • Virus famili Picornaviridae, genus Aphtovirus
  • Virion picornavirus : ikosahedron, tidak beramplop, diameter 25-30 nm; ssRNA; sintesa di sitoplasma
  • Aphtovirus tidak stabil pada ph 7,0
  • Menyerang hewan ungulata (berkuku belah)/ teracak Ã  sapi, domba, kerbau,  kambing, babi, ruminan liar
  • Diselubungi oleh protein, sangat labil
  • Antigenisitasnya cepat dan mudah berubah
  • Tidak tahan pH asam dan basa, panas, sinar UV, desinfektans, karena terdapat protein virus PMK tahan berbulan-bulan terhadap kekeringan dan dingin
  • Stabil pada pH 3,0, tahan pada asam lambung, tahan terhadap empedu.
  • Suhu optimal 36-37 derajat celcius
  • Habitat alami: traktus gastrointestinalis
  • Untuk Aphtovirus bersifat: non stabil dibawah pH 7, memiliki asam polisitidilat, peka terhadap sodium carbonat.
  • Ketahanan Aphtovirus hidup dalam ekskreta sapi, misalnya pada: saliva (11 hari), semen (10 hari),  darah (5 hari), urine (5 hari), feses (5 hari), susu (5 hari), dan aerosol (5 hari).

Virion Aphtovirus


  • Aphtovirus, 7 tipe : A (Allemagne), O (Oise), C, SAT (South African territories) 1, SAT 2, SAT 3, Asia
  • Tidak membentuk inclusion bodies.
  • Dapat diperbanyak dalam biakan sel-sel (epitel lidah sapi, sel-sel ginjal sapi, hamster, dan babi), sel-sel kelenjar perisai sapi dan menimbulkan kematian sel.                                       
  • Keluarga Picornaviridae dikelompokkan dalam 5 genus yaitu : Enterovirus , Cardiovirus , Rhinovirus , Aphthovirus dan Hepatovirus .
Perbedaan dari kelima genus dalam fisikokimianya ialah stabilitas pada PH rendah :
  • Aphthovirus : tidak stabil pada PH dibawah 7
  • Enterovirus, Cardiovirus , Hepatovirus : stabil pada PH 3
  • Rhinovirus : kehilangan aktivitas dibawah PH 5
Proses timbulnya penyakit


      Hewan yang rentan adalah Sapi, kerbau, unta, gajah, rusa, kambing, domba,  babi,  gajah, dan jerapah (hewan berkuku genap).

       Timbulnya suatu penyakit atau proses infeksi dari suatu penyakit, tidak terlepas dari adanya 3 faktor yang mempengaruhi pola penyakit tersebut, yaitu faktor agen(antigenik), hospes (inang) dan faktor lingkungannya. 

        Pada Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pun sama, disini akan coba dijelaskan proses infeksi dari penyakit PMK dari segi 3 faktor tersebut.


Faktor Antigenik
Virus Penyebab
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Apthae epizootica (AE) atau ­Foot and mouth desease (FMD) disebabkan oleh virus genus Aphthovirus Famili Picornaviridae. Virus ini merupakan virus RNA genom rantai tunggal RNA linier yang memiliki kapsid icosahedral dan tidak beramplop. Virus famili Picornaviridae merupakan virus RNA terkecil dengan diameter 25-30nm dengan replikasinya di dalam sitoplasma.

Ada 7 serotipe virus PMK yaitu : Tipe A, O, C, SAT 1, SAT2, SAT3, dan tipe Asia 1. Di Indonesia wabah PMK disebabkan oleh tipe O11. Setiap serotipe ini memiliki sifat antigenik yang berbeda – beda, sehingga yang hanya dapat berkembang baik di Indonesia adalah hanya tipe O11.

Virulensi
Virus PMK sangat labil, antigenitasnya cepat dan mudah berubah, sehingga tubuh akan sulit membentuk antibodi terhadap virus ini. Morbilitas atau angka kesakitan mencapai 100% namun tingkat mortalitas atau kematian hewan sangat rendah sekitar 2%. Mortalitas tergantung pada virulensi virus dari strain virus tersebut. Namun pada hewan yang masih muda dapat menyebabkan kematian hingga 20%.

Viabilitas
Virus ini dapat bertahan lama pada darah, sumsum tulang, kelenjar limfa dan semen, juga dapat bertahan lama pada bahan yang mengandung protein; tahan kekeringan dan tahan dingin. Virus ini juga tahan lama pada lingkungan diluar tubuh. Aphthovirus merupakan  virus yang hidup pada pH normal, virus PMK tidak dapat hidup pada pH lebih rendah dari 7. Artinya Aphthovirus tidak tahan akan suasana asam.

Patogenesis
Terdapat dua rute infeksi, yaitu:

Primer
     Melalui inhalasi: aerosol dari hewan yang terinfeksi akan terhirup oleh hewan yang peka → partikel virus akan masuk ke dalam faring → kemudian virus berplikasi dalam epitel faring → setelah 24-72 jam berikutnya akan terjadi viremia → terjadi kenaikan suhu tubuh → hewan akan mengalami demam → akhirnya demam akan turun → fase viremia berakhir → terjadi lepuh-lepuh pada lidah/ gingiva sapi.

Sekunder
 Melalui makanan yang tercemar, vaksinasi yang tercemar dan inseminasi yang tercemar.
-        Virus dapat bertahan hidup dalam faring selama 2 tahun (sapi) dan 6 bulan (kambing dan domba).

Selain itu Penularan lainnya adalah :
1. Kontak dengan hewan yang sakit baik melalui sekresi ataupun ekskresi.
2. Dapat ditularkan melalui produk asal ternak seperti air susu dan daging.

Penularan dapat juga terjadi akibat lalu lintas barang/bahan yang tercemar virus PMK seperti sepatu, kendaraan dan pakaian.

Melalui angin dapat menularkan penyakit ke kawasan yang luas.
Jalur utama infeksi pada ruminansia adalah melalui penghirupan (secara aerosol) tetapi konsumsi pakan yang terinfeksi, inokulasi dengan vaksin yang tercemar, inseminasi dengan semen yang tercemar dan kontak dengan peralatan ternak yang tercemar semuanya dapat menimbulkan infeksi. Pada hewan yang terinfeksi melalui saluran pernafasan, replikasi awal virus berlangsung pada faring, diikuti oleh viremia yang menyebar ke jaringan dan organ yang lain sebelum mulainya penyakit klinis. 

Pengeluaran virus mulai sekitar 24 jam sebelum mulainya penyakit klinis dan berlangsung selama beberapa hari. Virus PMK dapat tinggal dalam faring beberapa jenis hewan sampai beberapa lama setelah sembuh. Pada sapi virus dapat dideteksi sampai 2 tahun setelah terinfeksi, pada domba sampai sekitar 6 bulan. Kemenetapan virus tidak terjadi pada babi. Uap air yang dikeluarkan oleh hewan yang terinfeksi mengandung sejumlah besar virus, khusunya yang dihasilkan oleh babi. Sejumlah besar virus juga dikeluarkan dalam susu(Fenner, 2011)

Virus PMK dapat tinggal dalam farings beberapa jenis hewan sampai beberapa lama setelah sembuh. Pada sapi, virus dapat dideteksi sampai dua tahun setelah terinfeksi, pada domba sekitar 6 bulan. Namun pada domba tidak terjadi kemenetapan virus.

            Virus bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama  bila kelembaban udara melebihi 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkali maupun asam

            Penyakit ini dibagi menjadi 3 macam bentuk : bentuk dermostomatitis yang tenang (benigna), bentuk interrmediate toxic dengan penyakit yang lebih berat, dan bentuk ganas (malignant) dengan perubahan pada otot janung dan sklelet.(Subronto, 2003)

Meskipun infeksi biasanya terjadi melalui inhalasi, virus dapat masuk ke jaringan melalui ingesti, inseminasi dan inokulasi dan melalui kontak dengan kulit luka yang terbuka. Replikasi virus utama, setelah inhalasi berada di mukosa dan jaringan limfatik di faring. 

Viremia terjadi pada multiplikasi utama dengan replikasi virus lebih lanjut pada nodus limpatikus, glandula mamae, dan organ lain seperti sel epithelial pada mulut, moncong, putting susu, celah interdigitalis dan coronary band. Pada daerah tersebut pembentukan vesikula dihasilkan dari bengkak dan rupturnya keratinosit pada stratum spinosum (Quinn,2002).

Perubahan histopatologi yang dapat diamati adalah adanya edema inter dan intraseluler pada sratum spinosum. Namun, jika vesikula sudah pecah, maka semua penyakit vesikuler memiliki gambaran mikroskopi yang mirip sehingga tidak memungkinkan untuk mendiagnosa penyakit PMK hanya bedasarkan gambaran mikroskopi. Virus PMK tidak membentuk viral inclusion bodys (Ressang,1984).

Perubahan patologis yang terjadi adalah pembantukan lepuh dan kadang terdapat radang kataral dari mulut, tekak, dan saluran udara. Lepuh dan ulser mungkin terbentuk di dalam pangkal tekak, kerongkongan, rumen, reticulum, omasum, usus, dan bronchi,. Dalam keadaan yang lebih berat, dapat terjadi gastroenteritis yang disertai perdarahan kecil dan ulserasi. 

Kelenjar limferegional dan limpa juga dapat mengalami pembesaran, di sampning perdarahan pada otot jantung jantung. Perubahan histologik di dalam jantung meliputi degenerasi serabut otot serta adanya infiltrasi sel kecil bulat pada jaringan interstisial.

Pada saat vesikel terbentuk epitel di atasnya mengalami nekrosis dan vesikel kemudian pecah dalam waktu lebih kurang 24 jam. Virus dapat ditemukan di ambing kira-kira 2-4 hari setelah inokulasi. Virus tersebut dapat ditemukan dalam sel-sel yang menghasilkan susu. Ada 4 cara pembebasan virus dari sel yang tertular yaitu, pembebasan virus ke dalam vesikel yang berdinding, pembebasan ikatan dengan kasein dalam lumen, pembebasan dengan butir-butir lemak, dan pembebasan melalui pelarutan dari sel-sel yang tertular (Subronto, 2003).

Penyakit ini dibagi menjadi 3 macam bentuk:
·         Bentuk dermostomatitis yang tenang (benigna)
·         Bentuk inrmadiate toxic dengan penyakit yang lebih berat
·         Bentuk ganas (malignant) dengan perubahan pada otot janung dan sklelet.

Faktor Inang
Hewan yang peka terhadap virus ini adalah hewan berkuku genap. Hewan yang sering terkena adalah jenis ruminansia (sapi, kambing, kerbau, domba dan rusa), babi serta hewan liar lainnya yang berkuku genap. Pada sapi dan kerbau hewan dapat berperan sebagai karier selama 2 tahun. Domba dan kambing dapat juga menjadi karier namun hanya selama 9 minggu. Sedangkan babi merupakan amplifier host.

Virus PMK tidak memandang umur, hewan muda ataupun tua dapat terjangkit penyakit ini. Namun lebih fatal akibatnya pada hewan yang lebih muda, hal ini karena respon imun pada hewan muda belum sesempurna hewan dewasa. Pada hewan yang lebih gemuk gejala yang timbul lebih hebat, akibatnyapun lebih fatal. Penyakit PMK bersifat zoonosis, namun pada manusia hanya sebagai karier.

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa babi memproduksi virus jauh lebih banyak dari pada sapi ataupun domba. Babi memproduksi virus PMK sebanyak 108 per harinya.


Faktor Lingkungan
Kasus pertamakali di Indonesia dilaporkan pada tahun 1887 pada sapi perah di Malang, Jawa timur dan menyebar ke berbagai daerah seperti Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Pada tahun 1986 Indonesia menyatakan bebas PMK. Hal ini diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987 dan diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) sejak 1990.

Pada tahun 2001 terjadi wabah PMK di Inggris dan Irlandia Utara dan akhirnya menyebar dengan cepat hampir ke seluruh daratan Eropa. (Kompas, Rabu, 21 Maret 2001 (Halaman 32). Kasus ini membuktikan virus dapat bertahan lama pada lingkungan.

Faktor pertama yang menyebabkan adanya wabah PMK adalah adanya import sapi ataupun daging sapi dari suatu negara ke negara lainnya. Penularan  virus PMK sangat sulit sekali untuk dihentikan, karena virus dapat terbawa sampai beberapa mil jauhnya oleh angin, orang, atau kendaraan. Pada kelembaban relatif >60%, maka virus PMK dapat terbawa terbang oleh udara atau angin melewati daratan sampai sejauh 60 km dan melewati lautan sampai sejauh 250 km.  

Pada kasus ini faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran virus adalah angin, virus dapat dibawa oleh angin kemudian angin akan dihirup oleh hewan lain. Hewan yang jauh letaknya dari tempat pertama kali virus berada akan terkena dampaknya juga.


Sekali timbul wabah PMK di suatu daerah/negara tertentu, maka penyakit ini biasanya menyebar bagaikan api yang menjalar secara liar melalui kelompok domba, sapi, kambing dan babi. Masa inkubasi penyakit ini bisa berlangsung 24 jam sampai paling lama 2 minggu.


Rencana import daging juga mempengaruhi penyebaran dari PMK ini, karena daging atau produk asal hewan dapat menularkan ke hewan lainnya ataupun ke manusia. Manusia bertindak sebagai carrier atau pembawa penyakit ini. Seseorang yang baru saja mengunjungi peternakan tertular, akan membawa virus PMK di sepatu atau pakaiannya, dan virus tersebut mampu bertahan sampai selama 9–14 minggu. 

Hal inilah yang menyebabkan pada kejadian wabah di Inggris, ribuan peternak dan keluarganya terpaksa tinggal di rumah dan tidak dapat meninggalkan areal rumah tinggalnya sebagai upaya pihak berwenang yang hampir putus asa untuk mencoba menahan ancaman wabah untuk tidak semakin meluas.
     
Gejala Klinis Pada Hewan Terinfeksi
Gejala umum berupa hipersalivasi (saliva tampak seperti tergantung), anoreksia, enggan berdiri, berat badan menurun, produksi susu menurun, lesu, pincang dan hewan terlihat depresi. Hewan pincang dan enggan berdiri disebabkan karena adanya luka pada kuku dan kakinya. Sedangkan pada kasus hipersalivasi dan anoreksia disebabkan karena lepuh pada lidah dan gusinya.

Masa inkubasi antara 2 – 7 hari, ada juga yang menyebutkan 3 – 11 hari. Tergantung strain virus, dosis infektif dan rute penularannya. Sapi biasanya 3-5 hari, sedangkan pada babi antara 4-9 hari.

Suhu tubuh tinggi mencapai 41oC. Suhu tubuh meningkat dan akan terlihat jelas pada sapi yang masih muda. Kenaikan ini akibat dari fase viremia dari virus picornavirus. Dan biasanya suhu tersebut akan turun setelah terbentuknya lepuh-lepuh.

Tanda klinis khusus penyakit ini adalah adanya lepuh-lepuh berupa penonjolan berisi cairan bening hingga kuning keruh, kemerahan (cairan limfe) dan dapat dengan mudah terkelupas. Lepuh ini sering ditemukan pada bagian lidah, bibir, mucosa pipi, gusi, langit-langit mulut, ujung kaki, teracak dan ambing pada hewan betina. Lepuh pada awalnya berukuran kecil berwarna putih dan berisi cairan, tetapi kemudian berkembang secara cepat sampai mencapai ukuran sekitar 3 cm. 




        Seringkali lepuh tersebut menyatu menjadi lebih besar. Lepuh primer mulai terlihat 1-5 hari setelah infeksi serta luka pada kaki. Lepuh yang ditemukan pada ambing akan menyebabkan produksi susu turun dan kadang dapat menyebabkan keguguran.


Pada tracak biasanya lepuh terjadi bersamaan dengan proses yang terjadi didalam mulut. Lepuh yang terjadi menyebabkan rasa sakit atau nyeri pada hewan yang menderita, sehingga menyebabkan hewan tersebut malas bergerak dan hanya mau berbaring. Kesembuhan dari lesi yang tidak mengalami komplikasi akan berlangsung dengan cepat berkisar antara 1-2 minggu, namun apabila ada infeksi skunder maka kesembuhan akan tertunda.




Gejala pada sapi

Pyrexia (demam) mencapai 41°C, anorexia (tidak nafsu makan), menggigil, penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah untuk 2-3 hari, kemudian. Menggosokkan bibir, menggeretakkan gigi, leleran mulut, suka menendangkan kaki: disebabkan oleh vesikula (lepuh) pada membrane mukosa hidung dan bukal serta antara kuku
Setelah 24 jam: vesikula tersebut rupture/pecah setelah terjadi erosi Vesikula bisa juga terjadi pada kelenjar susu. Proses penyembuhan umumnya terjadi antara 8 – 15 hari.

Komplikasi: erosi di lidah, superinfeksi dari lesi, mastitis dan penurunan produksi susu permanen, myocarditis, abotus kematian pada hewan muda, kehilangan berat badan permanen, kehilangan kontrol panas.


Pada Domba dan Kambing

           Lesi kurang terlihat, atau lesi pada kaki bisa juga tidak terlihat. Lesi pada sekitar gigi domba, kematian pada hewan muda.

Pada Babi
Kemungkinan bisa timbul beberapa lesi kaki ketika dikandangkan pada alas permukaan yang keras. Kematian yang sering terjadi pada anak babi. Lesi/ kerusakan jaringan berupa: 
  • Vesikula atau lepuh pada lidah, sela gigi, gusi, pipi, pallatum molle dan pallatum durum (langit-langit mulut), bibir, nostril, moncong, cincin koroner, puting, ambing, moncong, ujung kuku, sela antar kuku.
  • Lesi yang ditemukan setelah hewan mati pada dinding rumen, lesi di miokardium, sebagian hewan muda (disebut juga tiger heart).

Pada manusia
     Penyakit ini hampir selalu bersifat subklinis, tetapi virus dapat bertahan di farings dan tonsil sampai dua minggu. Mungkin terdapat demam dengan vesikel pada bibir, mulut, kaki, dan tangan untuk beberapa hari.

Diferensial diagnosa
Diferensial diagnose atau diagnose banding dari penyakit mulut dan kuku antara lain
  • Vesicular stomatitis
  • Exanthema vesicular pada babi
  • Swine vesicular disease (SVD)
  • Penyakit sampar pada sapi
  • Bovine Viral Diarrhea Virus - Mucosal Disease (BVDV-MD)
  • Jembrana
  • Pada kambing dan domba : penyakit virus contagious ecthyma dan orf

Diagnosa laboratorium
A. Identifikasi agen penyakit:
  • ELISA
  • Complement fixation test (CFT)
  • Isolasi virus: inokulasi dari kelenjar tyroid bangsa sapi, babi dan sel ginjal domba: inokulasi BHK-21 dan sel 1B-RS: inokulasi pada tikus.
B. Test serologi
  • ELISA
  • Tes netralisasi virus
C. Sampel
  • 1 gram jaringan dari kelupasan (bukan) vesikula. Sampel epitel dapat ditempatkan di media transport dengan pH 7.2 – 7.4 dan jaga tetap dingin.
  • Kumpulkan cairan esophagus – pharynk sebagai sampel bisa pada suhu beku < 40?C. 
Pencegahan

A. Pencegahan Dengan Cara Biosekuriti:
  1. Perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.
  2. Pemotongan pada hewan terinfeksi, hewan baru sembuh, dan hewan - hewan yang kemungkinan kontak dengan agen PMK.
  3. Desinfeksi asset dan semua material yang terinfeksi (perlengkapan kandang, mobil, baju, dll.)
  4. Musnahkan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi.
  5. Tindakan karantina.
B. Pencegahan Dengan Cara Medis
Untuk daerah tertular :
  1. Vaksin virus aktif yang mengandung adjuvant
  2. Kekebalan 6 bulan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain yang sedang mewabah.
Untuk daerah bebas (Indonesia) :
  1. Pengawasan lalu lintas ternak
  2. Pelarangan pemasukan ternak dari daerah tertular
Pengobatan dan Pengendalian
  1. Pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi.
  2. Kaki yang terinfeksi di terapi dengan chloramphenicol atau bisa juga diberikan larutan cuprisulfat. 
  3. Injeksi intravena preparat sulfadimidine juga disinyalir efektif terhadap PMK.
  4. Dapat juga diberikan Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus atau Extracorporeal membrane oxygenation.
  5. Pengobatan simptomatik ; Antiseptik di daerah mulut, analgesik misal parasetamol, cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum dan karena demam, pengobatan suportif lainnya (gizi dll). Penyakit ini adalah “self limiting diseases”, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya, dalam 7-10 hari.
  6. Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang sehat (dikandang karantina terpisah dari kandang hewan sehat).
  7. Hewan tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas jalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya.
  8. Pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5% setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.
Aspek Kesehatan Masyarakat
Untuk mengendalikan penyakit ini dapat dilakukan vaksinasi , tergantung pada keadaan setempat. Mengendalikan arus lalu lintas ternak,dalam hal ini pengawasan daging-daging ternak ,seperti tempat pemotongan daging,pasar dan lain-lain. 

Melalui cara sebagai berikut :
1. Daging PMK boleh dijual belikan asalkan dilayukan selama 24 jam
2. Tulang, jeroan, dan kepala : direbus dahulu
3. Kulit : pemanasan dan pengeringan sempurna
4. Air susu : pasteurisasi susu tidak cukup untuk membunuh virus karena virus dapat berlindung dalam              bahan-bahan susu spt: lemak, sisa-sisa sel dsb.nya. 

Daftar Pustaka
Badan     Karantina Pertanian. 2011. Sekilas Penyalit Mulut dan Kuku (PMK). http://karantina.deptan.go.id/index.php?view=article&catid=45%3Aopini&id=148%3Asekilas-penyalit-mulut-dan-kuku-pmk&format=pdf&option=com_content. Diakses 20 April 2012.

               Boediyana, Teguh. 2008. Pernyataan Bersama Penolakan Terhadap Rencana Pemerintah Membuka Import Daging Dan Import Produk Daging Yang Beresiko. FPM-PMK.

                Dharma, Dewa Made Ngurah dan A.A. Gede Putra. 1997. Penyidikan Penyakit Hewan. CV Bali Media, Denpasar.      

        Hutabarat. T S P N. 2010. Apakah Penyakit Mulut dan Kuku Ancaman Untuk Indonesia ?. http://tatavetblog.blogspot.com/2010/03/apakah-penyakit-mulut-dan-kuku-ancaman.html. Diakses 20 April 2012.

                  Konsha, R.A. 2012. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). http://reeduanei.info/. Diakses 20 April 2012

            Kustiningsih, Heris. 2012. Penyakit Mulut dan Kuku. Kementrian Pertanian RI BBPKH Cinagara. http://www.bbpkhcinagara.deptan.go.id/data-a-informasi/informasi/alamat-a-peta-lokasi/79-penyakit-mulut-dan-kuku.html. Diakses 20 April 2012.

               Suseno, P.P 2008. Pengantar Penilaian Risiko (Risk Assessment) Penyakit Mulut dan Kuku di Indonesia. Australian Biosecurity CRC

               Suseno,P.P. 2008. Peran PO[U]SKESWAN dalam Surveilans Klinis Penyakit Eksotik (Penyakit Mulut dan Kuku). Australian Biosecurity CRC.






Penyakit Mulut Dan Kuku (PMK) Pada Hewan Penyakit Mulut Dan Kuku (PMK) Pada Hewan Reviewed by kangmaruf on 11:37 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.