NAIROBI SHEEP DISEASE
Nairobi sheep disease merupakan salah
satu penyakit penting yang bersifat pathogen, non contagious, tick-borne yang
menginfeksi domba dan kambing. Infeksi pada domba dan kambing ditandai dengan
gastroenteritis hemoragik dengan angka kematian tinggi.
1)
Etiologi
Nairobi
sheep disease termasuk dalam arbovirus (penularannya oleh insekta) dari family
Bunyaviridae genus Nairovirus. Penyakit ini terutama ditularkan oleh caplak
cokelat (Rhipicephalus appendiculatus).
Agen penyebab adalah virus RNA yang memiliki karakteristik structural dan kimia
seperti Bunyaviridae. Namun antigen independent dari kelompok Bunyaviridae erat
kaitannya dengan virus Ganjam Kambing di India.
2)
Epidemiologi
Nairobi
sheep disease ditemukan di Timur Tengah dan Afrika. Bukti serologik menunjukkan bahwa penyakit ini juga ditemukan
di Botswana dan Mozambik. Penyakit ini juga dilaporkan paling sering di Kenya
antara Nairobi dan Gunung Kenya sebagian juga di Uganda, Tanzania, dan Somalia.
Sebuah penyakit yang mirip Nairobi Sheep Disease disebut Kisenyi Sheep
ditemukan juga di Republik Kongo. Sedangkan di Indonesia penyakit ini belum
banyak ditemukan.
3)
Epizootiologi
Diantara
hewan peliharaan dan laboratorium, domba dan kambing termasuk spesies yang
rentan terinfeksi Nairobi sheep disease dan tampaknya penting sebagai host
reservoir. Sebuah kasus fatal pada beberapa domba dilaporkan menyerang domba
Duikers (Cephalophus monticola)
dikebun binatang atau di alam liar. Tikus Afrika lapangan (Arvicathus nubilans abysinicus) dapat terinfeksi via
eksperimental.
Gambar : Rhipicephalus appendiculatus
Nairobi
Sheep Disease termasuk penyakit yang tidak menular dan hanya ditularkan oleh
kutu. Transmisi melalui kontak tidak terjadi. Untuk eksperimental, Nairobi
sheep disease dapat ditularkan melalui inokulasi darah menular, serum, atau suspensi
organ. Vektor utama NSD adalah Riphicephalus
appendiculatus dan dianggap sebagai salah satu spesies kutu di mana transmisi
transovarial dari NSD diketahui terjadi. Penularan NSD di Somalia oleh Riphicephalusa pulchellus via
transovarial dan di Kenya oleh Amblyoma
variegatum.
Masa inkubasi
virus ini 1-15 hari dan sebagian besar infeksi menjadi jelas dalam 2-6 hari.
Masa inkubasi untuk eksperimental inokulasi pada domba dan kambing lebih pendek
antara 1-3 hari.
Gambar : Rhipicephalus appendiculatus pada telinga kambing
4)
Patogenesis
Virus
masuk kedalam host melalui gigitan caplak. Viremia berkembang dan diikuti
dengan lokalisasi virus pada hati, ginjal, paru-paru, dan organ lainnya pada
system retikuloendotelial. Virus NSD berpredileksi dalam pembuluh darah sel endotel dimana
terdapat efek sitopatik termasuk pembesaran pada endotel, oedema, dan nekrosis.
Nekrosis sel-sel endotel vasvular pada selaput lendir di abomasums, usus halus,
kantung empedu, dan saluran kelamin betina berupa kongesti, hemoragik, dan catarrhal inflammation dan terjadi
deskuamasi pada sel epitel.
5)
Gejala
Klinis
NSD
ditandai dengan gastroenteritis hemoragik akut. Penyakit ini diawali dengan
demam predromal berlangsung 1-3 hari dengan masa inkubasi 4-5 hari.
Kadang-kadang demam diphasic. Terjadi juga leucopenia, respirasi cepat,
anoreksia, stress, dan diikuti dengan diare berbau busuk dan penurunan berat
badan. Pada mulanya diarenya berair kemudian di ikuti darah dan berlendir.
Kadang-kadang juga nyeri kolik. Kelenjar gentah bening prescapular dan
precrural sering teraba, dan beberapa hewan sering keluar dari hidung yang
bersifat mukopurulen atau serosanguineous. Konjungtivitis juga terlihat. Sering
terjadi abortus pada domba bunting. Saluran kelamin mungkin sangat hiperemik
yang merupakan indikasi adanya peradangan, dan membran janin mengalami
pembengkakan dan pendarahan. Banyak
hewan mati selama awal stadium demam dan dalam beberapa kasus kematian timbul
setelah 12 jam dari timbulnya demam.kematian juga muncul akibat diare berdarah
dan dehidrasi. Pada kambing gejala yang ditimbulkan tidak separah pada domba.
6)
Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tes laboratorium. Berdasarkan gejala
klinis dilihat berupa gastroenteritis parah dan nasal discharge atau dekat daerah enzootic. Adanya caplak menjadi
pendukung diagnosis.
NSD dapat
didiagnosis dengan isolasi virus. Specimen yang diambil dari limpa, mesenteric lymph nodes. NSD dapat ditumbuhkan pada kultur sel,
khususnya di sel BHK-21-C13, ginjal bayi hamster. Selain itu dapat juga
ditumbuhkan pada sel ginjal domba. Virus ini di identifikasi dengan
imunofluoresens atau teknik lainnya. Inokulasi virus pada hewan juga dapat
digunakan untuk pemulihan yaitu tes pada mencit di inokulasi intraserebral. NSD
juga dapat di identifikasi secara langsung dalam sampel klinis dengan
imunodifusi agar sel. Cross reaksi dapat terjadi dengan virus lain dalam genus Nairovirus. Tes serologis yang digunakan
untuk diagnosis mencakup Indirect
fluorescent antibody test, imunodifusi, Complement fixation, Indirect
hemagglutination and enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA). Uji
netralisasi virus memberikan hasil yang belum pasti dan tidak dapat diandalkan.
7)
Diagnosa
Banding
Penyakit
ini harus dibedakan dari penyakit Heartwater,
Rift Valley fever, Antrax, keracunan tanaman dan logam berat, peste des petits ruminants, and coccidiosis.
Heartwater menyebabkan penyakit parah pada domba dan kambing yang ditandai
oleh gejala SSP yang bisa menyebabkan kematian. Edema paru dan banyaknya cairan
pada rongga pericardium dan rongga pleura dapat terjadi berkepanjangan dan
goatroenteritis jarang. Angka mortalitas dan morbiditas tinggi pada domba,
kambing, dan sapi. Vektornya berupa caplak Amblyomma
hebraeum atau Amblyoma variegatum.
8)
Pengobatan
dan Pencegahan
Pengobatan
untuk penyakit NSD belum ada, kecuali berupa vaksinasi. Karena pada domba dan
kambing di daerah endemik sering terkena gigitan caplak pembawa virus maka
disarankan untuk diberikan antibody colosteral untuk anak domba dan kambing
sampai memperoleh imunitas aktif. Vaksin yang diberikan berupa vaksin inaktif
yang dikultur dari testis kambing, ginjal kambing, dan ginjal hamster. The Entebbe strain of NSDV passaged 140-150 kali melalui otak tikus juga digunakan
sebagai vaksin. Namun karena efek samping yang merugikan maka sering tidak
dianjurkan.
Pencegahan
dilakukan dengan melindungi domba dan kambing dari vector caplak dengan cara
penyemprotan menggunakan acarisida
yang dilakukan setiap minggu.
DAFTAR PUSTAKA
The Center for Food Security &
Public Helath. 2009. Nairobi Sheep
Disease. INSTITUTE FOR INTERNASIONAL COOPERATION IN ANIMAL BIOLOGICS
Groocock, C.M. 2004. NAIROBI SHEEP DISEASE.
USDA-APHIS-IS : Vienna Austria
Musser, Jeffrey & Suzanne Burnham.
2005. RIFT VALLEY FEVER. COLLEGE OF
VETERINARY MEDICINE, TEXAS A&M UNIVERSITY : Texas
NAIROBI SHEEP DISEASE
Reviewed by kangmaruf
on
11:51 PM
Rating:
No comments: