FUNGAL ZOONOSIS
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari
manusia ke hewan, maupun sebaliknya. Masalah ini merupakan masalah yang perlu
diketahui sehingga bisa diatasi maupun ditanggulangi. Agen penyebabnya dapat
berupa virus, bakteri, jamur, riketsia, helmin, klamidia dan protozoa.
Dalam paper ini penulis akan membahas secara khusus
mengenai penyakit zoonosis kausa jamur yang biasa terjadi meliputi ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
Jamur
penyebab penyakit ini dapat menyebar di lingkungan (tanah), makanan maupun di
tubuh hewan. Penyakit ini umumnya timbul karena tumbuhnya jamur pada kulit atau
permukaan tubuh ataupun karena adanya toksin yang dihasilkan jamur. Oleh karena
itu penyakit zoonosis causa jamur juga perlu diketahui.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dibahas dalam paper ini berupa :
1. Apa etiologi ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis?
2. Apa gejala klinis ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis pada hewan dan manusia?
3. Apa pengobatan ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis?
4. Bagaimana pencegahan ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis?
1.3
Tujuan
Tujuan
pembuatan paper ini adalah :
1. Untuk dapat mengetahui etiologi ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
2. Untuk dapat mengetahui gejala klinis ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis pada manusia dan hewan.
3. Untuk dapat mengetahui pengobatan ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
4. Untuk dapat mengetahui pencegahan ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
1.4
Manfaat
Manfaat pembuatan paper ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui gejala klinis ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis pada manusia dan hewan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pengobatan ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan ringworm,
aspergillosis dan histoplasmosis.
BAB II
RINGWORM
2.1 Pendahuluan
Penyakit kapang dapat
menyerang berbagai jenis hewan termasuk juga manusia dan terdapat pada berbagai
bagian dan organ tubuh. Ada penyakit yang khusus menyerang pada manusia, tetapi
ada pula yang dapat menyerang hewan ataupun manusia. Anjing, kucing, kuda,
babi, sapi, domba, kambing, dan kelinci termasuk hewan yang dapat terserang
penyakit kapang dan dapat menularkan penyakit tersebut ke manusia, dalam
istilah kedokteran hewan penyakit kapang yang paling sering ditemukan dan
berpotensi besar untuk menularkan penyakit tersebut ke manusia adalah ringworm.
Ringworm adalah penyakit
kulit yang bersifat superficial, meliputi lapisan keratin kulit dan apediksnya
(rambut, kuku, dan sayap), yang disebabkan oleh golongan kapang (Soeharsono,
2002). Penetrasi kapang pada lapisan kulit dapat menembus semua lapisan kulit,
namun umumnya terbatas pada stratum korneum. Menurut predileksinya pada
manusia, ringworm dibagi menjadi ringworm kulit kepala (tinea capitis),
ringworm lipat paha (tinea cruris), ringworm badan (tinea corporis),
ringworm kuku (tinea unguium) dan ringworm kaki (tinea pedis).
Meskipun menggunakan “worm”
(cacing), penyakit ini tidak kaitannya sama sekali dengan cacing, sedangkan
untuk nama “ring” (cincin) dikaitkan dengan bentuk perubahan pada kulit
yang diserang berbentuk seperti lingkaran atau cincin. Berhubung ringworm
secara spesifik disebabkan oleh kelompok kapang berbentuk miselium dan bersifat
keratofilik, maka lebih banyak ahli memilih istilah dermatofitosis dibandingkan
dengan dermatomikosis yang meliputi semua infeksi jamur pada kulit. Meskipun
penyakit ini tidak menimbulkan penyakit yang parah pada manusia, tetapi dari
segi kecantikan akan sangat mengganggu, terutama bila daerah yang terserang
berada di sekitar wajah, dan dari segi kenyamanan menimbulkan rasa gatal bagi
penderitanya.
2.2 Etiologi
Dermatofitosis
disebabkan oleh kapang dari genus Microsporum, Trichophyton,
dan Epidermophyton. Ketiga genus ini disebut dermatofita yang
termasuk ke dalam kelompok patogenik keratinofilik karena ketiga genus ini
memiliki kemampuan untuk mencerna komplek protein keratin pada bagian epidermis,
rambut/bulu, ataupun kuku.
Genus Microsporum dan Trichophyton bersifat
patogen pada hewan dan manusia, sedangkan untuk Epidermophyton bersifat
patogen pada manusia. Contoh beberapa spesies dari genus Microsporum yang
menyebabkan penyakit zoonotik, yaitu:
1. Microsporum canis,
2. Microsporum gallinae,
3. Microsporum gypseum,
4. Microsporum equinum,
5. Microsporum nanum
6. Microsporum persicolor.
Contoh untuk genus Trichophyton,
yaitu:
1. Trichophyton equinum,
2. Trichophyton
mentagrophytes,
3. Trichophyton simii,
4. Trichophyton verrucosum,
5. Trichophyton tonsurans,
6. Trichophyton rubrum,
7. Trichophyton violaceum.
Contoh
untuk genus Epidermophyton, yaitu:
1. Epidermophyton floccosum
2. Epidermophyton stockdaleae
Dermatofita bersifat
saprofit pada lapisan keratin hewan dan dapat menginvasi pada jaringan
epidermis dan lemak. Masa inkubasi dermatofitosis adalah 2 – 3 minggu. Spora
ringworm tahan lama dalam kandang dan bebas di tempat-tempat hewan. Koloni kapang
dapat hidup dalam koloni tinja yang setengah kering. Kapang tetap virulen di
luar tubuh misalnya di tanah, jerami, kayu, terlebih jika ada bahan
keratinnya. M. canis tetap hidup pada rambut yang
diletakkan pada suhu kamar selama 323 – 422 hari.
Kapang ini umumnya tidak dapat tumbuh lebih dalam dibawah jaringan
kulit, ini diduga karena adanya faktor penghambat yang berada dalam serum darah
atau cairan tubuh. Kapang hidup di permukaan tubuh yang mengalami keratinisasi
seperti tanduk dari kulit, rambut, dan kuku, tidak bersifat menyebar dan tidak
dapat hidup dalam jaringan yang masih hidup. Demikian pula tidak dapat hidup
dalam jaringan yang mengalami peradangan yang berat.
Gambar 2.1. Microsporum
canis (Macabredaisy, 2009)
Gambar 2.2. Epidermophyton
floccosum (Wikipedia, 2009)
Gambar 2.3 Microsporum
gypseum (National Geographic, 1997)
Taksonomi
|
Microsporum
|
Trichophyton
|
Epidermophyton
|
Kingdom
|
Fungi
|
Fungi
|
Fungi
|
Divisi
|
Ascomycota
|
Ascomycota
|
Ascomycota
|
Class
|
Eurotiomycota
|
Eurotiomycota
|
Eurotiomycota
|
Order
|
Onygenales
|
Onygenales
|
Onygenales
|
Family
|
Arthrodermataceae
|
Arthrodermataceae
|
Arthrodermataceae
|
Genus
|
Microsporum
|
Trichophyton
|
Epidermophyton
|
Spesies
|
Microsporum sp.
|
Trichophyton sp.
|
Epidermophyton sp.
|
Tabel 2.1. Taksonomi
kapang penyebab ringworm (Wikipedia, 2010)
2.3 Penyebaran
Berdasarkan habitatnya,
kapang penyebab ringworm dikelompokkan menjadi: kapang geofilik (di tanah),
zoofilik (pada hewan), dan anthropofilik (pada manusia). Ketiga kelompok jenis
kapang ini dapat menular antar hewan, antar manusia, dari tanah ke manusia, dan
dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Penularan penyakit dapat terjadi secara langsung yaitu infeksi
penyakit melalui kontak dengan arthrospora (spora aseksual dari hifa pada fase
parasit) atau konidia (spora seksual atau aseksual pada fase bebas hidup di
lingkungan). Infeksi umumnya dimulai dari rambut yang tumbuh atau pada
permukaan kulit. Dermatofita tidak berkembang pada rambut yang tua, karena
nutrisi esensial yang diperlukan untuk perkembangannya sudah tidak ada atau
sangat sedikit sekali. Hifa tersebar di rambut dan keratin kulit, akhirnya
infeksi arthrospora berkembang.
Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun tidak
langsung antara hewan penderita dengan hewan sehat meskipun persentuhan
tersebut tidak selalu menimbulkan penyakit. Kemungkin hal ini disebabkan karena
adanya persaingan antara kapang itu sendiri dengan organisme yang sudah menetap
lebih dahulu pada kulit.
Perkembangan penyakit tergantung kepada interaksi antara induk
semang dengan kapang tersebut, sehingga perubahan pada kulit tidak selalu
berbentuk cincin atau lingkaran. Terutama jika diikuti dengan infeksi sekunder.
Penularan dari hewan ke manusia atau sebaliknya juga kadang – kadang terjadi terutama
oleh M. canis. Peralatan untuk perawatan hewan, sadel
dan pakaian kuda sering juga sebagai penyebab penular penyakit.
Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui manajemen
pemeliharaan, hewan pengerat misalnya rodensia, dan serangga misalnya caplak.
Penularan dermatofita dermatofita geofilik seperti M. nanum dan M. gypseum umumnya
diperoleh secara langsung dari tanah daripada dari inang yang lain. Kapang
dapat bertahan lama di lingkungan, pada hewan carrier, furniture, karpet, dan
debu. Selain itu juga kapang dapat ditemukan pada bulu hewan atau lingkungan
sekalipun hewan tersebut tidak menunjukkan gejala. Penularan dermatofita
zoofilik dapat terjadi antar hewan yang terinfeksi dengan manusia. Sedangkan
untuk dermatofita anthropofilik antara manusia yang telah terinfeksi ke hewan
jarang terjadi.
2.4
Gejala Klinik
2.4.1
Pada Hewan
Ringworm pada anjing dan
kucing menimbulkan lesi pada kulit cukup spesifik, yaitu berbentuk bulat dengan
pinggiran berwarna merah yang dapat melus dengan cepat dan dapat mencapai
diameter 1- 4 cm. biasanya dijumpai pada telinga, daerah muka terutama di
sekitar moncong, perut bagian bawah dan kaki. Ditemukan pula bentuk yang
dikenal dengan erythematous plaque, pada bentuk ini kulit sedikit
terangkat dan menimbulkan keropeng dan di bawah keropeng ini sering terjadi
infeksi bacteria. Plaque semacam ini disebut kerion dan dapat lepas sendiri.
Bulu yang terserang mudah patah, sehingga akan tampak sebagai bulu yang
menempel pendek pada kulit. Anjing umumnya mengalami lesi yang lebih parah
daripada kucing.
Ringworm pada kuda, lesi umumnya kering, menonjol (terangkat),
bersisik, terutama terdapat pada daerah pelana, tali pelana, dan quarter
belakang. Lesi ini dapat berlanjut menjadi tukak (ulcus) yang disertai
eksudat purulen, sehingga menyebabkan sejumlah rambut bertaut.
Ringworm umumnya terjadi pada sapi muda dengan morbiditas mencapai
40 %. Apabila sapi tersebut ditempatkan pada kandang terbatas dengan jumlah
populasi yang banyak (overcrowded), maka kesempatan penularan secara kontak
akan sangat besar. Lesi diawali dengan lesi berbentuk bulat, agak bersisik
disertai alopesia, dan biasanya menyebar. Lesi-lesi yang berdekatan dapat
menyatu dan ditutupi dengan kerak tebal yang menempel dengan kuat pada lapisan
kulit di bawahnya. Apabila kerak ini dilepas akan keluar darah dan meninggalkan
bekas berwarna merah. Penyembuhan spontan dapat terjadi pada sapi. Bekas lesi
Nampak kering, mengelupas, dan alopesia. Ringworm pada sapi umumnya berkaitan
dengan masalah kebersihan kandang dan kebersihan dari sapi itu sendiri yang
tidak terjaga dengan baik.
Gambar 2.4. Ringworm
pada kucing
Gambar 2.5. Ringworm
pada kuda
Gambar 2.6. Ringworm
pada sapi
2.4.2 Manusia
Manusia dapat tertular melalui kontak secara langsung maupun tidak
langsung terutama dengan hewan yang telah terinfeksi. Kepekaan seseorang
terhadap ringworm akan berbeda-beda. Sebagai contoh, apabila dalam satu
keluarga mempunyai kontak langsung dengan hewan yang tertular ringworm, belum
tentu semua anggota keluarga akan ikut tertular. Suasana panas dengan kulit
yang lembab atau basah akan sangat mendukung terjadinya penularan.
Manusia yang telah tertular ringworm akan mengalami kegatalan di
sekitar tempat kapang tersebut berada. Infeksi kapang ini umumnya menyerang
jaringan keratin seperti rambut, kuku dan lapisan kulit luar, kapang ini
biasanya berhenti pertumbuhannya jika berkontak dengan sel hidup atau daerah
yang mengalami peradangan.
Tempat tumbuhnya umumnya pada tangan, kaki, leher, namun dapat
juga terjadi di bagian tubuh yang lainnya terutama yang bersifat lembab.
Ringworm dapat terjadi pada kulit kepala yang berambut dan menimbulkan
kebotakan bebentuk lingkaran, dari segi kecantikan atau keindahan, kebotakan
ini tentu akan sangat mengganggu. Perubahan pada kulit biasanya ditandai dengan
peradangan yang paling parah berada di tepi, dengan warna kemerahan berbentu
lingkaran dengan diameter 2 – 3 cm (jumlahnya bisa lebih dari satu) dan
terkadang melepuh. Akibat dari efek gatal ini, maka manusia yang terserang
cenderung akan menggaruk bagian tersebut. Apabila kulit yang digaruk telah
lecet, maka akan terjadi infeksi ikutan oleh bakteri. Umumnya dermatofita mati
di bagian tengah dan meninggalkan bentuk sirkuler.
Gambar 2.7. Ringworm
kepala (tinea capitis) (Mayo Clinic, 2009).
Gambar 2.8. Ringworm
kuku (tinea unguium) (Ewing Jr., 2010).
2.5 Pencegahan dan Pengendalian
Usaha pencegahan dapat dilakukan dengan cara menjaga kesehatan
hewan dan kebersihan kulit hewan serta dilakukannya vaksinasi. Hewan yang
positif terserang ringworm sebaiknya diisolasi untuk mengurangi kesempatan
kontak dengan manusia ataupun hewan yang lainnya, kecuali yang ditugaskan untuk
merawat hewan tersebut. Peralatan yang digunakan untuk merawat hewan, misalnya
sikat dan tali direndam dalam air panas atau diganti dengan yang baru apabila
hewan telah sembuh.
Ringworm jenis tertentu bisa sembuh dengan sendirinya akan tetapi
kebanyakan perlu diobati dengan bahan kimia. Pengobatan dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu dengan olesan atau dimasukkan ke dalam mulut. Secara umum,
pengobatan dapat menggunakan obat-obat yang mengandung lemak, yodium, sulfa,
atau asam salisilat. Untuk perubahan kulit yang masih baru dapat menggunakan
asam boraks 2 – 5%, kalium permanganate 1:5000. Untuk luka-luka menahun, kulit
tebal, hiperpigmentasi, dan keropeng dapat digunakan carbowaks yang mengandung
zat antikapang. Selain itu, obat lain yang bisa digunakan adalah asam benzoate
6% dan resorcinol 1 – 10%. Disamping obat olesan diatas bisa juga menggunakan
griseofulvin dengan hasil yang cukup memuaskan. (Arifin dkk, 2010).
BAB III
ASPERGILLOSIS
Penyakit yang disebabkan oleh genus Aspergillus disebut
Aspergillosis. Manifestasi Aspergillosis pada hewan meliputi mikotik pneumonia,
guttural pouch mycosis, rhinitis kronis, penyakit sistemik, penyakit kulit,
alergi, aborsi, gastrointestinal Aspergillosis, mastitis, dan keratomikosis,
yang umumnya menyerang unggas. Secara komparatif kasus klinis dari aspergilosis
tidakbiasa dan bersifat sporadik (Quinn, 2002).
3.1
Etiologi
Penyakit
ini pada unggas biasanya disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
flavus. Organisme lain yang sering ditemukan sebagai penyebab Aspergillosis
antara lain A. terrus, A. glaucus, A. nidulans, A. niger, A.
amstelodami, dan A. nigrescens. Aspergillus
fumigatus danAspergillus flavus tidak memiliki stadium
seksual sehingga digolongkan pada famili Moniciliaceae (Tabbu, 2002).
Bentuk-bentuk Aspergillosis :
1. Aspergillosis pulmonum : ditemukan
pada puyuh, kalkun, ayam, dan penguin.
2. Aspergillosis sistemik : ditemukan
pada kalkun dan ayam.
3. Aspergillosis bentuk kulit (dermal)
: jarang ditemukan, terkadang ditemukan pada merpati dan ayam. Bentuk ini
ditandai dengan dermatitis dan granulomatosa.
4. Aspergillosis bentuk tulang
(osteomikosis) : ditemukan pada ayam yang ditandai adanya infeksi Aspergillosis
sp. pada tulang punggung dan dapat mengakibatkan paralisis
5. Aspergillosis bentuk mata :
ditemukan pada ayam dan kalkun. Bentuk ini dapat bersifat unilateral dan lesi
terutama pada konjungtiva dan permukaan luar mata yang ditandai adanya eksudat
kaseus yang membentuk eksudatt kaseus atau pembentukan plaque di bawah membrana
niktitan. Kontak antara permukaan konjungtiva dengan spora jamur dari
lingkungan menimbulkan keratitis (radang kornea) dan infeksi bagian superficial
mata.
Gambar 3.1
Aspergillus fumigatus
Faktor-faktor
pendukung timbulnya asperegilosis adalah keadaan kandang dengan ventialasi yang
kurang memadahi, kandang berdebu, kandang dengan kelembaban tinggi dan
temperature relative tinggi (>25OC), kadar ammonia tinggi, liter
basah dan lembab, pakan lembab dan berjamur, penyakit imunosupresif, pencemaran
pada inkubator dan temperatur pemanas yang rendah pada saat pemeliharaan DOC
(Tabbu. 2002).
3.2
Patogenesis
Aspergillosis
memperlihatkan gejala patologis sebagai berikut : terdapat lesi pada paru-paru
berupa noduli kaseus kecil berwarna kekuningan dengan diameter ± 1 mm. Lesi
disertai plaque yang terdiri atas eksudat kaseus berwarna kuning mengumpul pada
daerah koloni jamur. Noduli kaseus terdiri dari eksudat radang dan jaringan
jamur. Pada kasus yang melanjut, plaque semakin banyak dan membentuk agregat.
Perubahan
makroskopik : lesi stadium awal sangat menciri dengan timbulnya timbunan
limfosit, makrofag, dan beberapa giant cells. Pada stadium selanjutnya akan
terlihat lesi yang menjadi granuloma terdiri dari daerah nekrosis sentral
menganduung heterofil dan dikelilingi makrofag, giant cells, limfosit, dan
sejumlah jaringan ikat. Lesi pada otak terdiri dari abses dengan bagian yang
sama namun pada daerah nekrosis ditemukan hifa, pada chamber dan retina
ditemukan heterofil, makrofag, hancuran sel, dan hifa (Tabbu, 2002).
3.3
Penularan
Penularan
aspergilosis adalah dengan cara menghirup spora dalam jumlah yang
banyak.Aspergillosis juga ditularkan melalui udara, kandang atau alas kandang
tercemar. Dilaporkan bahwa alas kandang sering menjadi sumber konidia
Aspergillus. Penularan lewat udara di dalam mesin tetas pernah dilaporkan.
Penularan melalui telur dapat
terjadi, secara percobaan telur-telur yang diinkubasi dengan suspense jelly
petroleum mengandung konidia A. fumigates dan infeksi
meningkat apabila telur diinkubasi dalam incubator dicemari dengan
konidia A. fumigates dan dalam waktu 8 hari inkubasi telah
terjadi penetrasi jamur melalui kulit telur. Penyakit ini dapat juga ditularkan
melalui telur, karena Aspergillus fumigatus dapat tumbuh di
bagian dalam telur dan dapat menurunkan daya tetas telur. Anak ayam yang
menetas dari telur tersebut berisiko terkena aspergilosis (Tabbu, 2002).
3.4
Gejala Klinis
3.4.1
Pada hewan
Masa inkubasi sekitar 4-10 hari, dan
proses penyakit sekitar 2 hingga beberapa minggu. Bentuk-bentuk penyakit
aspergillosis :
1.
Kronis
Aspergillosis kronis memperlihatkan
gejala berikut ini : kehilangan nafsu makan, lesu, sulit bernafas, emasiasi,
sianosis (kepala dan jengger berwarna kebiruan) dan dapat berlanjut dengan
kematian. Sering ditemukan gangguan saraf pada kalkun. Aspergillosis dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada ayam dan menyebabkan
morbiditas-mortalitas yang rendah. Aspergillosis kronis biasanya menyerang ayam
dewasa.
2.
Akut
Aspergillosis akut memperlihatkan
gejala berikiut ini : dyspnea, peningkatan frekuensi pernafasan, kehilangan
nafsu makan, mengantuk, terjadi paralisis dan kejang yang disebabkan oleh
toksin dari Aspergillus sp pada otak. Pada stadium akhir penyakit terjadi
diare. Dari hidung dan mukosa mata keluar cairan berlendir. Beberapa
unggas dalam waktu 24 jam menunjukkan gejala konvulsi dan tortikolis yang
terjadi pada beberapa jenis unggas seperti ayam, kalkun dan angsa. Ayam yang terinfeksi
berat biasanya akan mati dalam waktu 2-4 minggu. Pada ayam muda aspergillosis
menyebabkan morbiditas-mortalitas tinggi (Tabbu, 2002).
3.4.2
Pada manusia
Aspergillosis secara
sendirinya muncul pada pasien yang mengalami kelemahan akibat penyakit kronis
(seperti diabetes,kanker,tuberculosis mycosis yang dalam) dan penyakit-penyakit
sistem immun seperti akibat pemberian antibiotika,antimetabolit dan
kortikosteroid yang berkepanjangan. Pekerja yang terpapar oleh material yang
terkontaminasi oleh spora fungi dalam waktu yang lama (biji-bijian.rumput kering,sutra,wool dan yang lainnya) merupakan
kelompok yang beresiko tinggi untuk terkena penyakit. Dua bentuk klinis dari
penyakit dibedakan atas : bentuk lokalisasi dan bentuk invasif. Aspergilosis
sangat esensial menginfeksi saluran pernafasan. Fungi dapat menyebabkan
terjadinya bronchopneumonia, dengan gejala umum yang sangat komplek. Periode
inkubasinya masih belum diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan dalam
beberapa minggu. Dalam bentuk invasif, infeksi dapat mengaburkan dan
mempengaruhi beberapa organ terutama di dalam organ thyroid, otak dan
myokardium. Fungi juga umumnya berkoloni pada sinus paranasal, dan dalam
kantung mata. Bentuk lainnya adalah fungus ball atau aspergiloma, yang biasanya
terjadi bilamana fungi berkoloni didalam lubang pernafasan yang disebabkan oleh
adanya penyakit lain yang ada (bronchitis, bronchiestasis, tuberculosis).
Bentuk ini relatif tidak ganas, namun kadang - kadang dapat menimbulkan
terjadinya hemoptysis. Allergic aspergilosis disebabkan karena adanya reaksi
hipersensitivitas akibat inhalasi conidia dari fungi.
3.5
Diagnosa
Pemeriksaan
dapat dilakuakan dengan penempatan noduli gerusan pada KOH 20% dan ditutup deck
glass, dan dipanaskan dan dilihat dalam mikroskop. Diamati kemungkinan terdapat
hifa yang akan tercat biru dengan pewarnaan tertentu. Isolasi jamur dapat
dilakukan dengan kultur dalam SDA (Sobourauds Dextrose Agar).
Pemeriksaan
serologis kurang efektif. ELISA dapat dilakukan untuk mengetahui adanya
antibodi spesifik terhadap Aspergillus fumigatus dan Aspergillus
flavus. Diferensial diagnosisnya adalah daktilariosis. Dengan AGP
jamur dapat dibedakan berdasarkan garis presipitasi yang dihasilkan. Aspergillus
fumigates menghasilkan garis presipitasi sedangkan A. flavus tidak
menghasilkan garis presipitasi (Tabbu, 2002).
3.6
Pengobatan
Obat yang
efektif dan ekonomis untuk memberantas Aspergilosis pada unggas belum ada.
Pemberian fungistat (mikostatin, mold curb, Na dan Ca propionate, Gentian
violet) bersama pakan dengan/tanpa larutan 0,05% CuSO4 dalam air minum untuk
menghambat pertumbuhan jamur dapat dilakukan dalam flok yang terinfeksi (Tabbu,
2000).
Untuk
menghilangkan sumber infeksi, maka litter dapat disemprot dengan antiseptic,
antifungal yang efektif atau dengan desinfektan yang mengandung minyak untuk
mengurangi debu dan menekan aliran udara yang mengandung spora. Pada kasus
berat, litter harus diganti dengan litter yang baru sebelum pengobatan
dilakukan. Selain itu perlu juga dilakukan revitalisasi jaringan dengan
pemberian multivitamin. (Tabbu, 2000).
3.7
Pencegahan
Pengananan biologis yang ketat dan
pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal diperlukan untuk
menghilangkan faktor pendukung/sumber infeksi arpergillosis. Kualitas litter
dan pakan supaya dijaga secara ketat, terutama terhadap kelembaban dan
pencemaran oleh jamur.
Kandang dan perlengkapannya (tempat
pakan, tempat minum), gudang penyimpanan pakan/bahan bakupakan, dan litter
supaya disanitasi/didesinfeksi dengan bahan anti jamur seperti CuSO4. Larutan
CuSO4 bersifat korosif untuk logam sehingga pemberiannya harus menggunakan
bahan plastik atau gelas. Bahan yang terbuat dari logam disemprot dengan
larutan Amphotericin B dan Nystatin.
Pemeriksaan laboratorium terhadap
kemungkinan adanya infeksi jamur harus rutin dilakukan pada peralatan dan
lingkungan inkubator. Sanitasi telur perlu juga dilakukan untuk mencegah
pencemaran oleh Aspergillus sp.(Tabbu, 2000; McMullin, 2004).
BAB IV
HISTOPLASMOSIS
4.1
Etiologi
Histoplasma
capsulatum, merupakan fungi dimorphic yakni berbentuk ragi pada fase parasitic
dan dalam fase saprofit berkembang menjadi filamentous mycelium yang
selanjutnya akan menghasilkan macroconidia dan microconidia. Bentuk ragi dapat
ditumbuhkan dilaboratorium dengan
menumbuhkan fungi dalam media
yang diperkaya dengan unsure-unsur untuk pertumbuhannya pada suhu 37°C.
Dua jenis agen
yang diketahui adalah : H. capsulatum var capsulatum dan H. capsulatum var
duboisii. Keduanya dibedakan pada fase
mycelia dimana dalam jaringan yang terinfeksi sel bentuk ragi dari var duboisii
memiliki ukuran lebih besar (7-15 micron) daripada var capsulatum (2-5 micron).
Reaksi jaringan yang dihasilkan oleh keduanya juga berbeda.
4.2
Kejadian Penyakit
4.2.1
Kejadian pada Manusia
Penyakit pada manusia biasanya terjadi secara
sporadic ataupun merupakan suatu wabah epidemic. Daerah-daerah yang dianggap
endemic adalah Amerika Latin.Pada
manusia gambaran secara radiografi menunjukkan
terjadinya pengapuran paru-paru (sekitar 25%) pada pasien yang memperlihatkan reaksi histopolasmin positif. Disisi lain
sekitar 90% dari jumlah pasien yang
menunjukkan reaksi positif terhadap uji hipersensitifitas histoplasma pada
kulit , namun penampakannya secara klinis terlihat sehat.
4.2.2
Kejadian pada Hewan
Benyak spesies
yang bisa terinfeksi baik hewan peliharaan maupun hewan liar sangat peka
terhadap infeksi jamur ini. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah sapi,
domba, dan kuda di daerha endemic. Anjing merupakan satu-satunya hewan yang
sering menunjukkan tanda klinis.
4.3
Gelaja Klinis
4.3.1
Gejala pada Hewan
Anjing merupakan spesies yang sering menunjukan
tanda-tanda klinis tetapi seperti pada manusia,sebagian besar infeksi pada
anjing bersifat asimptomatik. Bentuk respiratori yang utama adalah adanya
encapsulation dan pengapuran. Dalam beberapa kasus,anjing biasanya kehilangan
berat badan dan diare yang lama,ascites dan batuk kronis, hepatosplenomegaly
dan lymphadenopathy. H capsulatum pernah juga diisolasi dari bagian intestinal
dan beberapa organ dari kelelawar. Reaktor yang sangat tinggi di daerah
endemik,ditemukan pada beberapa spesies hewan peliharaan diantaranya : sapi,
kuda dan domba, serta agen dapat diisolasi dari limfonodus dari anjing dan
kucing,dari rodensia liar (Proechimys
guyanensis). Burung tidak peka terhadap histoplasmosis, kemungkinan karena
temperatur tubuh unggas yang tinggi sehingga fungi tidak bisa tumbuh.
4.3.2
Gejala pada Manusia
Umumnya bersifat
asimptomatik, masa inkubasinya beerkisar antara 5-18hari. Ada tiga bentuk
klinis pada manusia, yaitu :
1.
Paru-paru akut ,
lebih sering terjadi , menyerupai influenza
dan menimbulkan gejala-gejala demam yang dapat berlangsung dari 1 hari
sampai beberapa minggu. Dapat juga terlihat erythema nodosum dan multiform, difusi yang meluas, dan
arthralgia.
2.
Kronis , Nampak
seperti tuberculosis pada paru yang menimbulkan
rongga atau lobang.
3.
Akut , pada
tahap ini terlihat adanya ulcerasi dari mukosa dan hepatosplenomegaly, di mana
bentuk ini umumnya terlihat pada orang dewasa, apabila tidak segera ditangani
akan menimbulkan kematian.
Infeksi akibat
H. capsulatum var duboisii lebih sering menimbulkan lesi pada kulit, jaringan
subkutan dan pada tulang.
4.4
Dignosis
Diagnosis dapat
dilakukan dengan pengujian laboratorium
imunofluorescent, uji tuberculin dan uji serology (uji complement
fiksasi, precipitasi dan latex aglutinasi).
4.5
Kontrol
Beberapa metode yang
penting yang perlu dilakukan untuk pencegahan :
1.
Penurunan
keterpaparan manusia dari debu dengan cara melakukan penyemprotan larutan
formalin ke lantai saat membersihkan
keranjang ayam atau tempat lainnya yang terkontaminasi misalnya pada tanah.
2.
Penggunaan
masker juga disarankan
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Zoonosis
merupakan penyakit yang dapat menular dari manusia ke hewan, maupun sebaliknya.
Masalah ini merupakan masalah yang perlu diketahui sehingga bisa diatasi maupun
ditanggulangi. Salah satu agen penyebabnya adalah jamur.
Penyakit
zoonosis kausa jamur yang biasa terjadi meliputi ringworm, aspergillosis dan
histoplasmosis. Jamur penyebab penyakit ini dapat menyebar di lingkungan
(tanah), makanan maupun di tubuh hewan. Penyakit ini umumnya timbul karena
tumbuhnya jamur pada kulit atau permukaan tubuh ataupun karena adanya toksin
yang dihasilkan jamur
DAFTAR PUSTAKA
Arifin., Setyo Budi., Rizki Hidayat.,
Dermawan., Roby. 2010. Booklet Beberapa Penyakit Zoonosa. Bogor : FKH IPB.
Brahmono, Kusmariah. 2010.
Dermatofitosis. http://repository.iu.ac.id/contents/koreksi/11/b0a157bb565a006345c721fb514f8e45a80b5542.pdf (diakses pada tanggal 18 Mei 2013)
Ewing Jr. 2010. Fungal Nail Infection. http:///.wrongdiagnosis.com/phil/images/0579.jpg (diakses pada tanggal 18 Mei 2013).
Huitlacoche. 2007. Riddled with Ringworm.
http://blog.mycology.cornell.edu/wp-content/uploads/2007/10/ringworm-on-heife.jpg (diakses pada tanggal
18 Mei 2013)
Macabredaisy. 2009. Feline Dermatophytosis. http://macabredaisy.blogspot.com/2009/04/feline-dermatophytosis.html (diakses pada tanggal 18 Mei 2013)
Mayo Clinic. 2009. Ringworm. http://riversideonline.com/health_reference/Disease-conditions/DS00892.cfm (diakses pada tanggal
18 Mei 2013)
National Geographic. 1997. Ringworm
Fungus. http://photography.nationalgeographic.com/photography/enlarge/ringworm-fungus_pod_image.html (diakses pada tanggal
18 Mei 2013)
Quinn,
P. J. 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. UK:
Blackwell Science
Soeharsono. 2002. Zoonosis, Penyakit Menular dari Hewan ke
Manusia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Soeharsono. 2007. Penyakit Zoonotik pada
Anjing dan Kucing. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Suardana,
I.W., R.R. Soejoeno. 2005. Buku Ajar Zoonosis. Denpasar : Universitas Udayana
Tabbu,
Charles Rangga. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 1.
Yogyakarta : Kanisius
Waluyo, Neno. 2006. Ringworm: Penyebab
Bulu Rontok. http://kucingkita.com/images.articles/ringface.jpg (diakses pada tanggal
18 Mei 2013)
Wikipedia. 2009. Epidermophyton floccosum. http://en.wikipedia.org/wiki/Epidermophyton-floccosum (diakses pada tanggal 18 Mei 2013)
Wikipedia.
2010. Dermatophytosis. http://en.wikopedia.org/wiki/Ringworm (diakses pada tanggal 18 Mei 2013)
Zumagirl. 2010. Ringworm, Cause and
Cures. http://zumasrescueranch.files.wordpress.com/2010/01/ringworm-horse1.jpg (diakses pada tanggal
18 Mei 2013).
FUNGAL ZOONOSIS
Reviewed by kangmaruf
on
12:46 AM
Rating:
No comments: