Studi Epidemiologi Wabah (Outbreak) Sallmonella sp.

Salmonella menyebabkan gastroenteritis dan demam tifoid, serta merupakan salah satu patogen utama yang ditularkan melalui makanan (foodborne pathogen), yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat di negera-negara maju dan berkembang. 

Dalam dua dasawarsa terakhir (sejak 1990), foodborne disease menjadi masalah penting dan terus berkembang dalam kesehatan masyarakat dan ekonomi di beberapa negara  WHO memperkirakan 1.3 miliar kasus gastroenteritis akut atau diare per tahun terkait dengan non-tifoid salmonelosis dan menyebabkan kematian 3 juta manusia setiap tahunnya.

Demam tifoid masih merupakan masalah serius di seluruh dunia terutama pada wilayah yang sanitasinya buruk. WHO mencatat secara global bahwa insidensi demam tifoid adalah 21 juta kasus setiap tahunnya. 

Angka kematian insidensi global tersebut mencapai 1-4 % dan 90% kematian tersebut terjadi di Asia. Kasus-kasus pada daerah endemis cenderung untuk mengalami kegagalan pengobatan terhadap beberapa antibiotik yang disebut Multi-Drugs Resistance. 




Survey tahun 2001 di Indonesia menunjukkan bahwa demam tifoid menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit utama penyebab kematian dengan prevalensi 9.4% dengan 170.324 kasus.

Keamanan pangan secara mikrobiologis menjadi perhatian kesehatan masyarakat yang semakin meningkat di seluruh dunia. Beberapa studi epidemiologi menunjukkan bahwa pangan asal hewan merupakan media utama berkaitan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh Campylobacter, Salmonella, dan Yersinia spp

Wabah foodborne disease di Uni Eropa pada tahun 2005, yaitu 64% wabah foodborne disease disebabkan oleh Salmonella (3406 dari 5355 wabah foodborne disease) dan diikuti oleh Campylobacter (9%; 312 dari 5344 wabah foodborne disease).

Di Indonesia, daging banyak dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya pada hari besar agama. Ada berbagai macam masakan Indonesia yang menggunakan daging sebagai bahan baku, baik dimasak dengan cara direbus, ditumis, dipanggang maupun dibakar. Selain itu, masakan juga dapat disajikan dalam bentuk matang maupun setengah matang.

Pangan dapat berfungsi sebagai media pembawa agen patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada konsumen (foodborne illness). Mikroorganisme yang ditemukan pada daging dapat bersifat pembusuk dan patogen. Bakteri patogen yang penting dari aspek kesehatan masyarakat dan keamanan pangan adalah Salmonella

Melihat bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat pencemaran mikroorganisme patogen khususnya Salmonella, maka perlu dilakukan sebuah pengetahuan mendalam tentang infeksi dari Salmonella

Karakteristik Salmonella

Genus Salmonella merupakan anggota famili Enterobacteriaceae, Gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, motil (kecuali Salmonella Pullorum dan S. Gallinarum), memiliki flagela peritrikus, bersifat anaerob fakultatif, tumbuh pada salmonella-shigella agar. 

Semua Salmonella merupakan patogen intraselular fakultatif dan bersifat patogen, serta dapat menyerang makrofag, sel-sel dendrit, dan epitel. Untuk lebih lengkap, karakteristik pertumbuhan Salmonella dapat dilihat pada Tabel.



Studi Epidemiologi Wabah (Outbreak) Sallmonella sp.
Demam tifoid

Studi Epidemiologi Wabah (Outbreak) Sallmonella sp.
Salmonellosis sp

Epidemiologi

Kasus tifoid yang stabil dengan nomor rendah negara-negara maju, namun salmonellosis nontyphoidal telah meningkat di seluruh dunia. Demam tifoid biasanya menyebabkan kematian pada 5 sampai 30% dari tifus terinfeksi. 

Data salmonellosis langka di banyak negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan dan Tengah di mana hanya 1 sampai 10% dari kasus yang dilaporkan (Pui, C. F., et al,  2011). Beberapa kejadian, pemberitahuan dan tingkat isolasi salmonellosis di bagian yang berbeda dari dunia ini ditunjukkan pada Gambar dibawah






Salmonella berkembang baik pada musim penghujan atau musim dingin.

Transmisi

Reservoir utama Salmonella adalah saluran usus hewan yang dimakan. Di sebagian besar negara industri, makanan yang berasal dari hewan adalah sarana utama bagi salmonellosis pada manusia. Namun beberapa transmisi telah didokumentasikan termasuk vector dan ditularkan melalui air, hewan-, manusia dan lingkungan kontak, serta banyak lainnya. 

Typhimurium diisolasi dari babi, anak sapi, dan seorang anak di sebuah peternakan yang identik, menunjukkan transmisi hewan-ke-hewan dan hewan ke manusia yang diturunkan dari saluran usus dari pekerja produk daging selama pemotongan, mana kontaminasi feses sering terjadi.

Mekanisme seluler invasi dan infeksi pada ayam ileum yang patogen manusia, Salmonella dilihat pada (Gambar). Sebuah ultrastruktur amorf permukaan diamati untuk sebagian besar organisme yang terletak dekat pusat lumen ileum ketika organisme berada lebih bahwa 2000 nm jauh dari mikrovili sel epitel. Seperti morfologi permukaan Oleh karena itu, telah dianggap mewakili non-interaktif (dengan sel inang) keadaan organism  (Rakesh Chander YashRoy, 2006)

Beberapa infeksi manusia diperoleh dari terkontaminasi daging karena memasak tidak memadai atau kebersihan dapur miskin, yang terakhir yang dapat menyebabkan kontaminasi silang makanan mentah seperti sayuran (René Hendriksen, 2010)

Makanan dan pakan yang dapat terkontaminasi seperti makanan anjing, makanan hewan peliharaan, kue lobak organik, kacang, daging sapi tenderloin beku, pak paew (Thai herbal), sirih daun semak liar (herbal), rumput air, kering-Mu Err jamur, pak-pang (morning glory Cina dari Thailand), daun jeruk purut (herbal), selasih, bayam air tawar, peterseli segar, Pegagan segar, lemon grass (rempah segar), putih hing choi (Amaranthus tricolor), mint segar dan ayam utuh dingin.










Cemaran Daging

Pencemaran pada daging terjadi melalui infeksi endogenus dan infeksi eksogenus. Infeksi endogenus merupakan infeksi terjadi secara in vivo, sedangkan infeksi eksogenus dapat terjadi sejak pengeluaran darah saat pemotongan sampai daging dikonsumsi. Kedua aspek tersebut sebaiknya diperhatikan, walaupun konsumen akan lebih banyak menjumpai kontaminasi daging pascamati (infeksi eksogenus). 

Jalur infeksi atau cemaran terpenting Salmonella enterica adalah di pembibitan, yang mana infeksi diturunkan secara vertikal ke dalam telur tetas. Sumber lain infeksi Salmonella pada unggas adalah pakan yang tercemar, rodensia, cacing, dan hewan liar. 

Saat hewan dipersiapkan untuk dipotong dan diproses, biasanya hewan ditangani oleh banyak pekerja. Tingkat cemaran Salmonella di rumah potong bergantung pada higiene pemotongan. menambahkan, kolonisasi Salmonella di usus akan meningkatkan risiko pencemaran selama proses pemotongan. Manusia dapat terinfeksi Salmonella melalui kontak dengan manusia, hewan, dan makanan yang terkontaminasi.

Hewan yang terinfeksi Salmonella sering menunjukkan gejala subklinis sehingga bakteri ini cenderung menyebar dengan mudah di antara flok atau kumpulan ternak. Selain itu, hewan dapat menjadi pembawa penyakit (carrier) yang persisten, sehingga prevalensi kejadian Salmonella tidak mudah dideteksi, kecuali melalui pengambilan dan pemeriksaan sampel yang rutin.  


Daging unggas dan daging merah (red meat) yang mentah atau tidak dimasak sempurna merupakan media utama yang penting dalam penularan penyakit. Secara umum, Salmonella dapat ditemukan pada karkas, baik pada permukaan atau di dalam ruang abdominal. S. enterica dapat berada di bagian-bagian karkas, seperti dalam kulit antara kaki dan dada. Selain itu, beberapa produk yang dapat tercemar adalah sebagai berikut :


Prevalensi Salmonella di Beberapa Tempat

Salmonelosis merupakan foodborne disease yang paling sering terjadi di negara-negara berkembang dan negara-negara Maju, walaupun laju insidensinya bervariasi di setiap negara  

Wabah foodborne disease secara rutin diobservasi dan sering dilaporkan. Tingkat pencemaran Salmonella pada daging sapi dan ayam di beberapa negara diringkas pada Gambar dan Tabel dibawah






Dampak salmonella

Salmonelosis pada manusia umumnya dikategorikan foodborne disease yang disebabkan oleh konsumsi makanan asal hewan yang tercemar (daging, susu, unggas, telur). Produk susu, termasuk keju dan es krim, juga pernah berkaitan dengan wabah salmonelosis  Foodborne disease yang disebabkan oleh non-typhoid Salmonella merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. 

Gejala salmonelosis pada manusia paling sering ditunjukkan sebagai non-typhoid syndrome, yang meliputi onset demam yang akut, nyeri abdomen, nausea, dan kadang-kadang muntah.

Salmonella menyebabkan tiga bentuk penyakit, yaitu :
  1. demam tifoid (typhoid fever) S. enterica serovar Paratyphi
  2. gastroenteritis, dan
  3.  bakterimia.

Sekitar seperempat kasus menunjukkan muntah dan sakit kepala. Masa inkubasi salmonelosis ini antara 12 sampai 72 jam, namun pernah dilaporkan lebih dari masa tersebut. Pada beberapa wabah salmonelosis dilaporkan masa inkubasinya lebih singkat, yaitu 2.5 jam. Orang yang terkena salmonelosis biasanya ditandai dengan panas, diare, nyeri abdominal, dan mual. 

Gejala yang ditimbulkan biasanya tidak terlihat, akan tetapi infeksi tersebut dapat menimbulkan dehidrasi yang sangat hebat sampai dengan kematiancn

Yang menarik, reptil juga memendam tiga serotipe lainnya, yang juga patogen bagi manusia. Serotipe yang sama yang diisolasi dari tangki air kami dilaporkan dari empat orang lain yang telah memiliki kontak dengan ular (dua kasus), kadal naga berjanggut (satu kasus), dan seekor ular atau kadal naga berjanggut (satu kasus) (3). 

Ada laporan rutin dari Amerika Serikat reptil-terkait infeksi Salmonella antara tahun 1994 dan 2002 (1-3). Dari 1,4 juta kasus diperkirakan manusia infeksi Salmonella yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 74.000 yang disebabkan karena paparan reptil dan amfibi.

Sekitar seperempat kasus menunjukkan muntah dan sakit kepala. Masa inkubasi salmonelosis ini antara 12 sampai 72 jam, namun pernah dilaporkan lebih dari masa tersebut. Pada beberapa wabah salmonelosis dilaporkan masa inkubasinya lebih singkat, yaitu 2.5 jam. 

Orang yang terkena salmonelosis biasanya ditandai dengan panas, diare, nyeri abdominal, dan mual. Gejala yang ditimbulkan biasanya tidak terlihat, akan tetapi infeksi tersebut dapat menimbulkan dehidrasi yang sangat hebat sampai dengan kematiann

Yang menarik, reptil juga memendam tiga serotipe lainnya, yang juga patogen bagi manusia. Serotipe yang sama yang diisolasi dari tangki air kami dilaporkan dari empat orang lain yang telah memiliki kontak dengan ular (dua kasus), kadal naga berjanggut (satu kasus), dan seekor ular atau kadal naga berjanggut (satu kasus) (3). 

Ada laporan rutin dari Amerika Serikat reptil-terkait infeksi Salmonella antara tahun 1994 dan 2002 (1-3). Dari 1,4 juta kasus diperkirakan manusia infeksi Salmonella yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 74.000 yang disebabkan karena paparan reptil dan amfibi.

Salmonella enterica dapat menyebabkan penyakit yang serius yang tidak tertolong. Penyakit ini lebih parah terjadi pada orang tua, anak-anak dan orang yang menderita gangguan imunitas. Gejala klinis umum yang tampak adalah diare (87% kasus), nyeri abdominal (84%), demam (75%), nausea dan nyeri otot (65%).

Sekitar seperempat kasus menunjukkan muntah dan sakit kepala. Masa inkubasi salmonelosis ini antara 12 sampai 72 jam, namun pernah dilaporkan lebih dari masa tersebut. Pada beberapa wabah salmonelosis dilaporkan masa inkubasinya lebih singkat, yaitu 2.5 jam. 

Orang yang terkena salmonelosis biasanya ditandai dengan panas, diare, nyeri abdominal, dan mual. Gejala yang ditimbulkan biasanya tidak terlihat, akan tetapi infeksi tersebut dapat menimbulkan dehidrasi yang sangat hebat sampai dengan kematiann

Yang menarik, reptil juga memendam tiga serotipe lainnya, yang juga patogen bagi manusia. Serotipe yang sama yang diisolasi dari tangki air kami dilaporkan dari empat orang lain yang telah memiliki kontak dengan ular (dua kasus), kadal naga berjanggut (satu kasus), dan seekor ular atau kadal naga berjanggut (satu kasus) (3). 

Ada laporan rutin dari Amerika Serikat reptil-terkait infeksi Salmonella antara tahun 1994 dan 2002 (1-3). Dari 1,4 juta kasus diperkirakan manusia infeksi Salmonella yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 74.000 yang disebabkan karena paparan reptil dan amfibi.

Pengobatan

Pengobatan antimikroba dianjurkan untuk pengobatan empiris gastrointestinal. Antimikroba harus diberikan kepada pasien dengan berat, imunosupresi penyakit atau pasien  menderita bakteremia. Pengobatan dengan antimikroba baris pertama  harus mencakup ampisilin, kloramfenikol atau trimethoprim sulfamethoxazole. 

Pilihan berbeda menurut wilayah dan kloramfenikol tidak digunakan dalam  kebanyakan negara-negara maju, tetapi umum di negara-negara berkembang. Ampisilin dan trimetoprim + sulfamethoxazole adalah pilihan yang baik, tapi banyak bahkan tidak mempertimbangkan dan kebanyakanya lebih memilih  fluoroquinolone atau sefalosporin generasi ke-3.

Sayangnya, dalam perkembangannya baru-baru ini justru meningkatkan resistensi terhadap antimikroba, dengan tidak ada alternatif daripada mengobati infeksi dengan baik fluoroquinolone atau 3  generasi cephalosporin.

Antimikroba secara rutin digunakan untuk pengobatan empirik jika  kerentanan dari isolat tidak diketahui atau jika pasien menderita bakteremia. Untuk anak, pengobatan dengan fluorokuinolon yang merupakan kontraindikasi, dan  praktisi akan mengandalkan ceftriaxone atau lain sefalosporin generasi ke-3.

Baru-baru ini, keresistenan antibiotika meningkat dan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan  di seluruh dunia. Sementara sejauh bervariasi, tingkat peningkatan keresistenan telah menjadi  masalah di semua negara. 

Data telah mengungkapkan bahwa negara-negara di Asia Tenggara dan Afrika cenderung memiliki tingkatan yang tinggi. Beberapa publikasi telah menggambarkan terjadinya peningkatan misolat resisten terhadap fluorokuinolon baik dan sefalosporin generasi ke-3 di Asia Tenggara  dan Afrika. 

Dan baru-baru ini menggambarkan  tingkat resistensi antimikrobial dari 2003 sampai 2005 di tujuh negara-negara Asia Tenggara. Ditemukan bahwa Taiwan dan Thailand menunjukkan frekuensi tinggi yang mengkhawatirkan resistensi terhadap  fluoroquinolones dan sefalosporin generasi ke-3. 

Temuan ini juga didukung oleh bahwa di antara 33 pasien yang terinfeksi di Thailand Rissen 36%, 27%, 33%, 30%, 27%,  dan 88% dari isolat resisten terhadap ampisilin, kloramfenikol, spectinomycin,  streptomisin, sulfamethoxazole, trimethoprim, dan tetrasiklin.

Studi lain menyoroti frekuensi mengkhawatirkan sama resistensi pada anak-anak dari Ethiopia (IV).  Penyelidikan menunjukkan bahwa di antara 43 Isolat Concord, semua isolat resisten terhadap  ampisilin, kloramfenikol, streptomisin, sulfamethoxazole, dan trimetoprim. Selain itu, 97%, 97%, 69%, dan 14% dari isolat menunjukkan resisten atau penurunan kerentanan terhadap  ceftriaxone, gentamisin, tetracycline, dan ciprofloxacin, masing-masing. Semua isolat resisten

WHO telah mengembangkan sebuah daftar ranking antimikroba penting. Kategorisasi ini antimikroba diprioritaskan sesuai dengan kepentingan mereka pada obat manusia, dan dimaksudkan  untuk membantu menilai risiko yang terkait dengan resistensi. 

Selain itu, masing-masing negara tanpa kebijakan antimikroba yang ketat harus mempertimbangkan menurunkan  konsumsi antimikroba, melarang promoter pertumbuhan antimikroba dan menegakkan prescriptiononly  untuk mengakomodasi meningkatnya frekuensi multidrug patogen resisten  di seluruh dunia.

Pencegahan

Satu media yang dapat mendukung penerapan penanganan makanan yang baik adalah penyebaran lembar informasi keamanan pangan (food safety infosheet). Food safety infosheet berisikan berita tentang wabah foodborne illness, uraian dan petunjuk keamanan pangan. 

Untuk mengendalikan risiko pada kesehatan manusia, maka sangat penting melaksanakan pengendalian di tingkat peternakan untuk mengurangi pencemaran silang yang dapat terjadi sepanjang rantai makanan. 

Untuk mencegah terjadinya penyebaran perlu didirikannya suatu unit populasi yang bebas dari bakteri patogen dan pastikan bakteri patogen tersebut belum pernah ada di area tersebut. Pencemaran karkas dari Salmonella tidak dapat dihindari jika unggas yang masuk rumah potong membawa Salmonella, namun dapat diminimalisasi melalui perbaikan sistem pemotongan

Pencegahan terhadap Salmonella meliputi penanganan makanan yang benar, pencegahan pencemaran silang (cross contamination), penerapan hygiene personal, dan pendidikan masyarakat tentang sumber Salmonella dan penanganan makanan yang aman serta sanitasi yang memadai. 

Pemasakan yang memadai dengan suhu pasteurisasi minimum 71.7 °C selama 15 detik diikuti dengan pendinginan segera pada suhu 3-4 °C atau pembekuan dalam waktu 2 jam dapat mengeliminasi Salmonella dari makanan. Selain itu salah satu bentuk pencegahan yang dapat dilakukan dengan selalu mencuci tangan dengan sabun.


Referensi :

Poeloengan, Masniari. BAHAYA SALMONELLA TERHADAP KESEHATAN. Balai Penelitian Veteriner. Bogor

Anonimous, 2012. Multi-country outbreak of Salmonella Stanley infections Update/European Food Safety Authority (EFSA), Parma, Italy

C. F., Pui, dkk. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. Center of Excellence for Food Safety Research, Department of Food Science. Selangor Darul Ehsan, Malaysia

René Hendriksen. 2010. Global epidemiology of non- Typhoidal Salmonella infections in humans. National food institute, Denmark

Yashroy, Rakesh Chander. 2006. Mechanism of infection of a human isolateSalmonella (3,10:r:-) in chicken ileum: Ultrastructural  Study. Indian Veterinary Research Institute, Izatnagar, India

Kåre Mølbak, et al.2006. Salmonella Infections. Foodborne Infections and Intoxications

Ariyanti, Tati  dan Supar. Cemaran Salmonella Enteritidis pada Ternak dan Produknya.
Balai penelitian veteriner,
Studi Epidemiologi Wabah (Outbreak) Sallmonella sp. Studi Epidemiologi Wabah (Outbreak) Sallmonella sp. Reviewed by kangmaruf on 8:24 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.