Embrio Transfer (TE), bag 2.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia telah melakukan
berbagai cara untuk meningkatkan populasi sapi untuk memenuhi kebutuhan daging.
Banyak sekali inovasi dan penerapan teknologi untuk mewujudkannya. Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi merupakan generasi
kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB).
Bioteknologi reproduksi pada sapi khususnya embrio transfer sudah sangat berkembang. Produksi embrio secara in vivo melalui superovulasi hewan donor merupakan salah satu cara yang tepat dalam mempercepat pembentukan bibit unggul.
Ternak sapi memiliki potensi ratusan ribu oosit yang secara alami hanya dapat menghasilkan anak sekitar 6-8 ekor sepanjang hidupnya. Potensi oosit yang sangat banyak tersebut dapat dioptimalkan dengan bioteknologi reproduksi antara lain melalui superovulasi.
Sampai saat ini, pelaksanaan superovulasi masih dihadapkan kendala antara lain: respon donor yang bervariasi dan hasil perolehan embrio belum maksimal, khususnya permasalahan tingkat kerusakan embrio (degeneratif) dan jumlah oosit yang tidak terbuahi (unfertilized) masih tinggi.
Bioteknologi reproduksi pada sapi khususnya embrio transfer sudah sangat berkembang. Produksi embrio secara in vivo melalui superovulasi hewan donor merupakan salah satu cara yang tepat dalam mempercepat pembentukan bibit unggul.
Ternak sapi memiliki potensi ratusan ribu oosit yang secara alami hanya dapat menghasilkan anak sekitar 6-8 ekor sepanjang hidupnya. Potensi oosit yang sangat banyak tersebut dapat dioptimalkan dengan bioteknologi reproduksi antara lain melalui superovulasi.
Sampai saat ini, pelaksanaan superovulasi masih dihadapkan kendala antara lain: respon donor yang bervariasi dan hasil perolehan embrio belum maksimal, khususnya permasalahan tingkat kerusakan embrio (degeneratif) dan jumlah oosit yang tidak terbuahi (unfertilized) masih tinggi.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan paper ini yakni untuk mengetahui teknologi
reproduksi yang berkaitan dengan sinkronisasi Estrus, Super
Ovulasi dan Transfer Embrio
1.3
Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh
dengan adanya tulisan ini yaitu mampu memahami
Teknologi transfer embrio (TE) pada sapi yang merupakan generasi kedua bioteknologi
reproduksi setelah inseminasi buatan (IB)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Transfer Embrio
Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan
generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada
prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul
dengan hormon superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah
besar.
Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran.
TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2anak bila terjadi kembar.
Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting.
Sel telur hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi kelahiran.
TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal.
Pada proses reproduksi alamiah, kemampuan betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan bunting ditambah persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau 2anak bila terjadi kembar.
Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa ditransfer(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting.
2.2 Proses Transfer Embrio
Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi
reproduksi ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET)
serta rekayasa genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih
singkat dan jumlah yang lebih banyak.
Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti cara konvensional atau invivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU).
Produksi embrio dengan cara invivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi.
Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio).
Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor.
Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan beberapa cara seperti cara konvensional atau invivo dan metode invitro serta Oocyt Pick Up (OPU).
Produksi embrio dengan cara invivo ialah salah satu teknik produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi.
Dan untuk pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio).
Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat disimpan lama sebagai stock dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat di transfer pada saat produksi dilokasi yang berdekatan dengan donor.
Gambar 1 : Ilustrasi proses transfer
embiro pada sapi
Peningkatan mutu genetik dengan ketersediaan anak keturunan yang
banyak maka diarahkan kepada:
·
Transfer Embrio Jenis
Sapi Potong.
Untuk menghasilkan bibit yang akan menghasilkan bibit dasar dengan
pertambahan bobot badan > 1,5 kg/hari dan mencapai berat > 400 kg pada
umur 1,5 tahun. Yang telah di produksi antara lain Simenthal, Limousin,
Brangus, Brahman, Angus dan Crossing Simenthal dan Brahman
·
Transfer Embrio Sapi
Perah.
Untuk menghasilkan bibit dasar (Fondation stock) dengan kriteria
dari induk produksi susu > 7000 kg laktasi dan untuk pejantan mewariskan
produksi susu > 10.000 kg laktasi. Bangsa yang telah di produksi adalah FH
2.3 Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses
transfer embrio :
Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan
sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat perlakuan
terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan dipakai harus
diseleksi dengan kriteria sbb:
a)
Memiliki genetik yang unggul
(Genetik Superiority)
b) Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High Reproductivity),
sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan menular terutama
penyakit-penyakit reproduksI
c)
Memiliki nilai pasar tinggi.
d) Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan
kemampuan fertilitas tinggi
Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut :
a) Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans yang
baik mempunyai berat badan minimal 300 kg
b) Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi.
c)
Sejarah reproduksi tidak
menunjukkan gejala infertil, mempunyai siklus normal, tanda birahi terlihat
jelas, intensitas lendir birahi normal dan transparan dan mempunyai interval
birahi antara l8 -24 hari.
d)
Sapi resipien tidak
harus mempunyai mutu genetik yang baik dan berasal dari bangsa yang sama,
tetapi harus mempunyai organ dan siklus reproduksi normal, tidak pernah
mengalami kesulitan melahirkan (distokia).
2.4 Super Ovulasi
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang
terovulasi setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE,
untuk merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon superovulasi
sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH).
Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasa superovulasi adalah hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s Serum Gonadotripin (PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH).
Penyuntikan hormon gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium (folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel telur yang lebih banyak.
a)
Superovulasi dengan FSH
·
Karena waktu paruh FSH sangat singkat maka pengulangan injeksi
sangat diperlukan. Total dosis yang dibutuhkan untuk seekor donor adalah 36 mg
FSH diinjeksikan dengan cara dosis menurun selama 4 hari.
·
Dosis optimum FSH untuk superovulasi dipengaruhi oleh bangsa sapi
donor, misalnya untuk sapi jenis Japanese Black dibutuhkan 20(4,4,3,3,2,,2,1,1)
hingaga 28(5,5,4,4,3,3,2,2,1,1) mg FSH. Interval waktu antara
injeksi siang dan malam adalah 8-12 jam.
·
48 jam setelah injeksi FSH yang petama (hari ketiga dari skedul),
harus diberikan prostaglandin atau 750 µg cloprostaglandin, dosisnya dibagi dua
yaitu 20 mg diinjeksikan siang dan 10 mg diinjeksikan malam, akan memberikan
hasil yang lebih baik.
b) Superovulasi dengan
PMSG
PMSG dapat
menggantikan FSH meskipun embrio yang dihasilkan kurang baik daripada
menggunakan FSH. Biasanya dengan dosis 2000-3000 IU PMSG diberikan kepada donor
selama 9-14 hari dari siklus estrus.
c) Pengunaan preparat
progesterone
Preparat progesterone
seperti syncromate-B (implant di telinga) dan CIDR (intravagina), digunakan
untuk sinkronisasi estrus, dan dapat digunakan dalam rangkaian superovulasi
setiap saat tanpa melihat siklus estrus donor.
d) Prosedur Superovulasi
Sebelum perlakuan dimulai, beberapa kondisi di bawah ini harus
dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa kondisi di bawah ini harus
dipenuhi untuk keberhasilan produksi beberapa embrio dengan kualitas yang baik:
·
Siklus estrus donor normal. Untuk mengetahui paling sedikit harus
diamati selama dua siklus estrus secara berurutan. Ternak donor harus
memperlihatkan tanda-tanda estrus yang sempurna dan interval siklus estrus
normal (18-24 hari).
·
Tidak mengalami kelainan uterus atau tuba fallopi seperti
endometritis. Subklinikal endometritis kadang sulit untuk didteksi, oleh karena
itu palpasi uterus pada fase luteal atau pemeriksaan lender estrus perluh
dilaksanakan.
·
Pada hari ke 9-14, donor yang mempunyai CL yang baik dapat
dilakukan superovulasi. Jika ovarium kecil akan kurang menghasilkan sel
telur/embrio. Hal ini menujukan bahwa ovarium mengandung sedikit folikel yang
responsif terhadap perlakuan superovulasi.
e)
Faktor-faktor yang mempengaruhi Superovulasi
Pengaruh respon ovarium adalah yang sangat penting dalam
mempengaruhi keberhasilan superovulasi pada ternak. Beberapa faktor berikut
adalah yang dapat mempengaruhi respon ovarium selama superovulasi:
Hormon gonadotropin
·
Jenis hormon, terdapat banyak jenis hormon.
·
Sisa LH pda saat pembuatan/sintesis FSH.
·
Dosis, cara penyuntikan.
Donor
·
Bangsa
·
Umur, sapi induk atau dara
·
Siklus estrus saat diberi perlakuan hormon
·
Kondisi kesehatan
·
Jarak/interval dari saat melahirkan
·
Kondisi nutrisi
·
Stress (transport, perubahan makanan, panas dsb)
·
Musim
Folikel Dominan Pada
Ovarium Donor
Penelitian terbaru terhadap dinamika folikel dalam ovarium ternak
menunjukan bahwa pada umumnya folikel dalam ovarium ternak menunjukan bahwa
pada umunya dalam satu siklus terdapat 2 atau 3 gelombang folikel, yang
dicirikan oleh profil FSH. Pada saat gelombang tertinggi menunjukan terdapat
folikel dominan dalam ovarium.
Seleksi folikel dominan diikuti dengan pertumbuhan sejumlah folikel yang keil. Dalam perlakuan superovulasi, keberadaan folikel dominan pada saat pemberian hormon gonadotropin menyebabkan respon yang kurang baik. Saat ini, banyak dilakukan penelitian untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.
Seleksi folikel dominan diikuti dengan pertumbuhan sejumlah folikel yang keil. Dalam perlakuan superovulasi, keberadaan folikel dominan pada saat pemberian hormon gonadotropin menyebabkan respon yang kurang baik. Saat ini, banyak dilakukan penelitian untuk mengoptimalisasikan respon superovulasi.
2.5 Sinkronisasi Estrus
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah
usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor
dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a
(PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a .
Prosedur yang digunakan adalah:
- Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan.
- Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari.Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 – 60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi biasanya timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2a.
2.6 Inseminasi Buatan
IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah
timbulnya berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina)
berwarna merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi
yang menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB
dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya mengandung
30 juta spermatozoa unggul.
2.7 Koleksi Embrio
Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7
sampai 8 setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan
vagina dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung
alkohol 70%.
Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.
Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di transfer pada waktu lain.
Gambar 2: Ilustrasi
koleksi embrio menggunakan foley kateter
dua jalur
Medium, Alat, dan
Obat
a. Medium Untuk pemanenan
Dua medium yang sering digunakan untuk pemannan embrio, yaitu
0.3-0.4% Bovine Serum Albumin (BSA) atau 1-2% Calf Serum (CS) yang telah
diinaktivasi ditambahkan sebagai sumber protein kedalam medium.
Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein akan lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes (cawn petri)
Embrio di dalam medium yang tidak mengandung protein akan lengket ke permukaan pelastik atau kaca seperti petri dishes (cawn petri)
Dulbecco’s Phosphate Buffered Saline (D-PBS) atau Lacto-Ringer’s
solution
Protein : CS 10-20 ml atau BSA 3-4 g/liter dan
b. Peralatan
·
Foley catheter atau ballon catheter untuk sapi (1,18 atau 20 G)
·
Inner stylet untuk foley
catheter.
·
Cervix expander.
·
Botol atau plastik silinder untuk medium pemanenan.
·
Silicone tube dengan Y-atau T connector dan clamp.
·
Disposable syringes (5,20,50 ml).
·
Injection needle (18 G).
·
Infusion tube (medical use).
·
Kocher’s forceps.
·
Intrauterine injector.
·
Plastic gloves.
·
Cervical forceps.
·
Vagia scope.
c. Obat-obatan
·
Cotton-alcohol (kapas dicelup dengan 70% Ethylalcohol).
·
Kertas tisu dicelup dengan desinfektan (0.1% Benzalkonium
chloride).
·
2% xylocaine.
·
Padrine (prifinum Bromide: parasympathicolytic, anticonvulsivant).
·
Isodine solution (2% PVP-Iodine) atau antibiotic untuk pemberian
intrauterine.
·
PGF2α atau Cloprostenol.
Prosedur pemanenan
Embrio
Metode dengan operasi
(surgical) adalah metode pertama kali yang sukses dalam pemanenan embrio, namun
saat ini terdapat metode non operasi (non surgical) sebagai pilihan panen
embrio.
a. Persiapan
·
Sapi donor dijepit dalam kandang jepit. Kaki depan lebih tinggi
dari pada kaki belakang sehingga saluran reproduksi lebih mudah
diakses/dikendalikan.
·
Palpasi dan tentukan panjang saluran reprodksi, lokasi dan
kondisinya. Juga estimasi dan catat jumlah CL dan folikel yang tidak
diovulasikan pada ovarium.
·
Hangatkan lebih kurang 1000 ml medium flushing (pembilasan) untuk
setiap donor dalam water bath sebelum digunakan.
·
Botol medium disambungkan dengan inflow tube dan diarahkan ke
foley catheter. Outflow tube disambungkan dengan inflow tube menggunakan Y-atau
T-connector.
·
Ballon catheter dibilas dengan medium pemanenan dan sebuah inner
stylet difiksir ke chateter sebelum digunakan. Fiksasi stylet dilakukan dengan
tube connector atau kocher’s forceps.
b. Anastesi Epidural
·
Pangkal ekor dijepit, dicuci dengan sabun antiseptic, kemudian
lap/hapuss dengan cotton-alcohol, dan anatesi epidural diberikan antara sacrum
terakhir dan coccygeal pertama tulang belakang dengan 5 ml 2% Xylocaine. Posisi
injeksi yang tepat akan menghindari efek negatif.
·
Feses harus dikeluarkan dari rectum sebelum pemberian anastesis
lokal untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah banyak maka dapat dikeluarkan
dengan pompa vakum.
·
Setelah anastesi afektif dilakukan pangkal ekor diikat dan
difiksir ke tubuhnya. Hal ini adalah alternative untuk anastesi dengan Xylocaine. Injeksi
20 ml prifinum Bromide (padrin: parasympathicolytic) intravena atau
intramuscular dapat menghalagi tekanan yang ekstrim terhadap rectum dan akan
memudahkan penanganan uterus.
c. Pemasukan kateter Balon
dan Fiksasi Balon
·
Vulva dan rectum dicuci dengan air hangat dan dibersihkan dengan
kertas tisu (yang diberi desinfektan) dan ikut dengan kapas yang di beri
alkohol.
·
Kemudian operator memasukan salah satu tangannya ke rectum.
Selanjutnya vulva dibuka oleh seorang asisten dan cervical expander dimasukan
ke vagina dan ditempatkan di dalam lumen cervix. Dengan sangat hati-hati untuk
memudahkan masuknya cervical expander dimasukan ke dalam cervix untuk memudahkan masuknya kateter
foley.
·
Kateter foley dengann ukuran 18-20 G (tergantung pada uukuran cervix)
dengan inner stylet dimasukan dengan perlahan ke dalam vagina dank e dalam
lumen cervix hingga badan uterus dengan palpasi rectal seperti saat IB.
·
Kemudian kateter foley dimanipulasi/diarahkan ke dalam salah satu
tanduk uterus sehingga balon dapat difiksir 2-3 cm di bagian eksternal
bifurcation tanduk uterus. Pada kasus dimana sapi Holstein baru saja melahirkan
maka penempatan balon harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri
yang harus lebih dalam karena belum mengalami involusi uteri yang sempurna.penggunaan
cervix forcep memberikan hasil yang lebih baik.
·
Perlakuan yang hati-hati akan menghindarkan dari kerusakan
endometrium saat pemasukan kateter.
·
Segera setelah kateter masuk pada posisi yang benar, seorang
asisten menginjeksikan 10 ml udara ke
dalam balon, kemudian secara perlahan ditambahkan udara sesuai dengan total
volume hingga teknisi merasa bahwa tanduk uterus sudah cukup gembung.
·
Penambahan 3-6 ml udara biasanya sudah cukup. Balon harus ketat
sehingga medium tidak dapat mengalir ke luar antara balon dan dinding tanduk
uterus.
·
Apabila balon terlalu gembung dapat merusak endometrium dan
menginduksi pendarahan. Volume udara balon yang sesuai tergantung pada ukuran
uterus dan posisi balon. Pada umumnya 12-14 ml udara untuk sapi dara dan
sekitar 14-16 ml udara untuk sapi induk.
d. Prosedur pembilasan
·
Pembilasan dapat dilakukan dengan metode konvensional, namun
sekarang sudah dikembangkan peralatan yang otomatis. Pada penggunaan mesin
otomatis, penanganan yang sangat hati-hati harus diperhatikan untuk mencegah
penggelumbungan balon yang berlebihan. Jangan lupa bahwa tanduk uterus mempuyai
bagian yang terbuka terhadap tuba fallopi.
·
Saat memutar, inner stylet dikeluarkan secara perlahan sehingga
tidak mengenaii balon.
·
Sebelum kateter balon di hubungkan dengan inlet tube, isi dengan
medium. Outlet tube (pengeringan) di tutup dengan clamp, dan inlet tube dibuka.
·
Setelah tanduk uterus diisi dengan medium, hentikan aliran.
Setelah clamp outlet dibuka, teknisi maraba dan memanipulasi uterus sehingga diperoleh
sel telur yang terdapat dalam lipatan-lipatan endometrium uterus. Jangan
menyentuh uterus jika outlet tube dalam kondisi tidak terbuka. Mmemanipulasi
uterus yang berisi larutan medium dapat menyebabkan embrio kembali ke tuba
fallopi.
·
Volume medium pembilassan bervariasi antara 20-50 ml. tergantung
pada ukuran tanduk uterus dan posisi balon. Selama pembilasan pertama medium
yang dimasukan hanya 20-30 ml dan secara bertahap ditingkatkan hingga 40-50 ml.
·
Medium yang telah bercampur dengan sel telur kemudian dialirkan ke
luar tanduk uterus. Proses tersebut diulang 8-10 kali hingga total medium
pembilasan yang digunakan 400-500 ml.
·
Pengisian uterus dengan medium menggunakan syringe pada ujung
keteter foley untuk mendorong medium masuk kedalam uterus tidak boleh terlalu
cepat karena dapat merusak endometrium uterus.
·
Untuk membilas tanduk uterus harus menggunakan kateter secara
berulang sebaliknya dihindari jika sterilitasnya tidak terjamin.
e. Perlakuan setelah
pembelisan
Setelah pembelisan dilakukan perlakuan sebagai berikut sehingga
dapat dilakukan superovulasi dan pembilasan untuk periode berikutnya, antara
lain:
- Bilas uterus dengan 50 ml larutan PVP-iodine 2% atau antibiotik (penicillin 200.000 IU + streptomycin 0.2 g atau mpicillin 500 mg, dsb). Jika terdapat perlakuan pada membraan, penggunaan antibiotik lebih baik karena membrane yang mengalami iritasi berespon terhadap larutan antibiotik atau iodine.
- Injeksi donor dengan 15-25 mg PGF2α atau 500-750 g atau analog PGF2α (estrumate) untuk mencegah kebuntingan dan mengembalikan kondisi reproduksi ternak kepada keadaan awal.
Koleksi
dan penaganan Embrio
Koleksi embrio dari
medium pembilasan harus dilakukan sesegera mungkin dan tanpa ada embrio yang
tertinggal/hilang. Hal ini karena medium pembilasan mengandung banyak mukosa
darah dan serpihan lapisan epitel dan ini dapat berakibat yang tidak baik
terhadp embrio.
Embrio yang telah diperoleh harus segera dipindahkan ke mmedium segar dan dicuci beberapa kali. Selama proses ini kebersihan harus tetap terjaga dan penanganan embrio dilakukan dengan baik.
Embrio yang telah diperoleh harus segera dipindahkan ke mmedium segar dan dicuci beberapa kali. Selama proses ini kebersihan harus tetap terjaga dan penanganan embrio dilakukan dengan baik.
2.8 Klasifikasi atau Evaluasi Embrio
Evaluasi
embrio merupakan factor penentu yang sangat penting untuk keberhasilan transfer
embrio. Seluruh embrio yang diperoleh harus dievaluasi secara individu di bawah
mikroskop dngan pembesaran 100 - 200 x untuk melihat tahap perkembangan sel,,
morfologi dan kualitas embrio.
a) Tahap perkembangan
Tahap
perkembangan embrio yang diproleh harus sama dengan jumlah hari perlakuan
superovulasi. Sebagai contoh: embrio yang diperoleh 3 hari setelah donor
mengalami estrus seharusnya mempunyai tahap perkembangan pada 4-8 sel, 8-16 sel
pada hari ke-4, morula pada haro ke-5-6, morula akhir atau blastosis pada hari
ke-7 dan expanded blastosis pada hari ke-8.
Tipe morfologi setiap tahap perkembangan embrio adalah sebagai
berikut:
Morula
Biasanya embrio menyerupai bola (ball of cell). Individu blastomer sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Masa sel embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.
Campact Morula
Individu blastomer terlah bersatu membentuk massa yang kompak, massa embrio menempati 60-70@ ruang perivitelin dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.
Blastocyst
Perbedaan lapisan tropoblas bagian luar dan bagian inner cell mass yang lebih kompak berwarna lebih gelap dapat dilihat dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.
Expanded blastocyst
Diameter embrio meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x) bersamaan dengan menipisnya zona peluside lebih kurang 1/3 ketebalan awa.
Embrio yang diperoleh pada tahap expanded blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian blastokol, dan ketebalan zona pelusida jarang kembali seperti ketebalan awal.
Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh pada tahap perkembangan ini dapat mengalami proses haching atau secara sempurna terlepas dari zona pelusida.
Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio pada tahap ini aakan sulit jika operator belum berpengalaman.
Morula
Biasanya embrio menyerupai bola (ball of cell). Individu blastomer sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Masa sel embrio menempati sebagian besar ruangan perivitelin.
Campact Morula
Individu blastomer terlah bersatu membentuk massa yang kompak, massa embrio menempati 60-70@ ruang perivitelin dimana ruangannya lebih besar daripada tahap morula.
Blastocyst
Perbedaan lapisan tropoblas bagian luar dan bagian inner cell mass yang lebih kompak berwarna lebih gelap dapat dilihat dengan jelas. Blastokol terlihat memenuhi ruang perivitelin.
Expanded blastocyst
Diameter embrio meningkat secara dramatis (1.2-1.5 x) bersamaan dengan menipisnya zona peluside lebih kurang 1/3 ketebalan awa.
Embrio yang diperoleh pada tahap expanded blastocyst biasanya terlihat collaps, yang dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian blastokol, dan ketebalan zona pelusida jarang kembali seperti ketebalan awal.
Hatched Blastocyst
Embrio yang diperoleh pada tahap perkembangan ini dapat mengalami proses haching atau secara sempurna terlepas dari zona pelusida.
Hatcing blastocyst berbentuk seperti bola dengan blastokol yang masih baik ataupun collaps. Indentifikasi embrio pada tahap ini aakan sulit jika operator belum berpengalaman.
b) Klasifikasi Kualitas Embrio:
Excellent:
Excellent:
Embrio yang ideal,
berbentuk bola, simetris dengan ukuran sel, warna dan tekstur yang
seragam/sama.
Good:
Good:
Tidak sempurna seperti
blastomer tertekan, berbentuk tidak berarturan dan terdapat sedikit gelembung.
Fair:
Fair:
Terbatas, tetapi bukan
merupakan masalah yang serius seperti sedikit blastomer tertekan, sedikit sel
mengalami degenerasi (10-30% tidak berarturan).
Poor:
Poor:
Merupakan masalah serius
seperti banyaknya blastomer yang tertekan, sel mengalami degenerasi, ukuran sel
bervariasi, banyak terdapat gelembung dengan ukuran besar tetapi terlihat
seperti massa embro yang sehat (30-50% bentuk tidak beraturan).
c) Evaluasi embrio
Kuliatas embrio
dapat dinilai berdasarkan morfologi sperti bentuk, warna densitas/kepadatan
sitoplasma dan area yang mengalami degenerasi. Tahap perkembangan embrio harus
sesuai dengan jumlah hari setelah estrus.
2.9 Kriopreservasi atau pembekuan embrio
Setelah dilaporkan oleh wilmut dan Rowson pada 1973 bahwa
embrio sapi mampu bertahan dalam suhu beku dan prinsp kerja serta cara kerja
teknik pembekuannya telah dilakukan juga pada domba oleh wiladsen pada tahun
1997, maka industry TE didukung oleh pemanfaatan teknik pembekuan mengalami
kemajuan yang amat pesat.
Tiga alasan utama pemanfaatan pembekuan embrio adalah
Embrio beku terbukti dapat menjadi alternative bagi tataniaga bibit ternak hidup antara Negara atau antara pulau dan impor semen beku.
Tiga alasan utama pemanfaatan pembekuan embrio adalah
- Pendayagunaan sumber data resipien yang tersedia,
- Menyederhanakan transportasi embrio,
- Mengawetkan cadangan genetis yang unggul atau yang terancam punah.
Embrio beku terbukti dapat menjadi alternative bagi tataniaga bibit ternak hidup antara Negara atau antara pulau dan impor semen beku.
Bagi Indonesia, embrio beku diantisipasi dapat menjadi
alternative bagi pengiriman ternak antara pulau. Hal ini akan mengatasi
hambatan kesehatan hewan bila antara sumber dan penerima bibit komoditas ternak
terdapat perbedaan status penyakit menular yng mudah terbawa oleh hewan hidup,
di samping menghemat biaya pemesanan, pengangkutan dan karantina ternak antar
pulau.
Teknik pembekuan embrio telah secara luas dilaukan di
berbagai Negara. Untuk Negara-negara eropa transfer embrio beku lebih banyak
diharapkan daripada embrio segar. Perbandingan kurang lebih sama degan 70:30.
Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi keterbatasan atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang relative tidak banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer embrio secara langsung, teknik pembekuan telah lama menjadi subsitusi transfer secara langsung.
Teknik pembekuan ini dpat pula membantu mengatasi keterbatasan atau kelebihan resipien. Dengan perbedaaan angka kebuntingan yang relative tidak banyak (sekitar 5-10% lebih rendah) disbanding transfer embrio secara langsung, teknik pembekuan telah lama menjadi subsitusi transfer secara langsung.
Di samping terhadap embrio utuh, pembekuan embrio juga
dapat dilakukan bagi embrio yang telah dibelah (embrio paruh) melalui metode
splitting (pembelahan mikro). Namun demikian, karena angka kebuntingan nya
masih relatife rendah dan teknik splitting menuntut keahlian serta memakan
waktu, maka efisiensi pembekuan embrio paruh masih relative rendah.
Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan untuk diterapkan pada embrio paruh. Hal yang sama juga tidak atau belum dianjurkan bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in vitro.
Oleh karena itu, teknik pembekuan tidak dianjurkan untuk diterapkan pada embrio paruh. Hal yang sama juga tidak atau belum dianjurkan bagi embrio yang dihasilkan dari pembuahan in vitro.
Teknik yang
dikembangkan melalui beberapa penelitian mengacu pada dua aspek:
Dari pengembangan prosdur yang berlaku, teknik baru yakni vitrifikasi dan metode pengenceran satu tahap (one-step delution) menjanjikan efisiensi waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang relatife baik. Dengan metode satu tahap embrio dapat diproses, dithawing dan ditransferkan secara sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.
- efisiensi teknik pembekuan, yakni dengan menetapkansistem baku yang banyak dianut sampai saat ini yang terbukti memiliki viabilitas cukup tinggi,
- memangkas konsumsi waktu dan teknik pengenceran krioprotektan pasca thawing, dalam rangka menghemat waktu dan bahan serta penyerdehanaan proses.
Dari pengembangan prosdur yang berlaku, teknik baru yakni vitrifikasi dan metode pengenceran satu tahap (one-step delution) menjanjikan efisiensi waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang relatife baik. Dengan metode satu tahap embrio dapat diproses, dithawing dan ditransferkan secara sederhana mendekati prosedur inseminasi buatan.
2.10 Transfer Embrio
Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode pembedahan
dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan dilakukan dengan jalan membuatan
sayatan di daerah perut (laparotomi) baik sayatan sisi (flank incici) atau
sayatan pada garis tengah perut (midle incici). Metode tanpa pembedahan
dilakukan dengan memasukkan embrio kedalam straw kemudian ditransfer kedalam
uterus resipien dengan menggunakan cassoue gun insemination.
Tiga (3) Faktor
penting yang harus diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio
adalah :
- Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kualitas, jenis embrio (beku/segar) metode pembekuan adanya kontaminasi atau infeksi pada embrio.
- Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi tenang/tidak stres.
- Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor) sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stres.
Persiapan dan prosedur
Transfer
a) Material
Peralatan :
·
Transfer gun
·
Plastic sheath
·
Outer sheath
·
Gunting
·
Plastic straw
·
Straw cutter
·
Disposable syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik
·
Cervix expander
Obat :
·
Kapas dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%
·
Kertas tisu dibasahi dengan densifektan (benzalkonium chloride
·
Xylocaine 2% (lidocaine HCL)
·
Padrine (prifinum bromide :anticonvulsivant)
b) Pemasukan embrio ke dalam straw
Persiapan straw :
·
Straw dicuci dengan air murni tanpa membasahi sumbat kapas, keringkan dan sterilisasi dengan gas ethylene
oxide atau dengan cahaya ultra viole. Sterilisasi dengan gas ethylene
harus sudah dilakukan 2 minggu sebelum
straw digunakan, karena residu gas tersebut dapat memberikan pengaruh yang
merusak terhadap embrio.
·
Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan dengan transfer gun.
·
Straw dicuci beberapa kali dengan medium tanpa membasahi sumbat
kapas.
·
Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi straw lebih kurang 2-3 cm.
·
Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang lebih kurang 0.5 cm dari
straw.
·
Kemudian medium yang mengandung embrio dimasukan ke dalam straw
dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat kapas, diikutii denga udara dan
medium berikutnya. Medium terakhir akan membasahi sumbat kapas yang berada pada
unjung straw.
c) Persiapan transfer
gun
·
Straw yang telah berisi embrio ditempatkan dalam transfer gun dan
ditutup dengan outher sheath. Hindarkan dari kontaminasi.
·
Jika resipien berada berdekatan dengan lab transfer embrio cara di
atas dapat dilakukan secara langsung. Tetapi apabila lokasi resipien berjauhan
dengan lab, maka straw harus ditutupi dan dibawah dengan hati-hati, dan dijaga
agar tetap berada pada posisi horizontal.
d) Persiapan resipien
·
Pemeriksaan resipien untuk terakhir kalinya dilakukan 1 hari atau
beberapa saat menjelang transfer. Jika pemeriksaan dilakukan dengan palpasi
rectal, maka jangan meyentuh atau meraba bagian ovarium dan uterus secara
kasar.
·
Kendalikan resipien di dalam kandang jepit dan keluarkan seluruh
feses yang berada dalam rectum.
·
Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml xylocaine.
·
Bagian vulva dan rectal dicuci dengan air hangat dan diusap dengan
kertas tisu yang dicelupkan dengan desinfektan dan terakhir dengan kapas
beralkohol.
e) Sinkronisasi antara
tahap perkembangan embrio dengan siklus estrus resipien
Jika tahap
perkembangan embrio dan siklus estrus resipien berbeda, maka harus disinkronkan
sebaik mungkin. Sebagi contoh, pada hari ke 7 pembilasan transfer embrio segar
dapat dilakukan.
Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap morula dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan blastosis awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 8.
Jika hari ke 6-8 tersedia resipien, maka tahap morula dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap kompak morula dan blastosis awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 8.
f) Prosedur transfer
·
Pada saat teknik menempatkan tangannya di dalam rectum, vulva
dibuka dan transfer gun yang telah ditutupi cover sheath dimasukan ke dalam
vagina oleh seorang asisten.
·
Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk ke salah satu tanduk
uterus dimana ovariumnya mengandung CL (ipsilateral). Tanduk uterus ditinggikan
dan diluruskan di depan unjung gun.
·
Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm melewati external bifurcation.
·
Sangat penting diperhatikan adalah jangan sampai melukai bagian
dinding uterus selama proses transfer embrio. Jika terdapat tekanan dari
uterus, jangan dipaksa, tunggu hingga relaks.
·
Jika posisi yang diinginkan sudah diperoleh, maka embrio
ditempatkan pada posisi tersebut.
·
Bila cervix terlalu sempit dan sulit dimasuki gun, maka dapat
dibantu dengan menggunakan expander cervix yang berukuran kecil.
2.11 Manfaat Dan Keunggulan Transfer Embrio
Adapun manfaat teknologi transfer
embrio adalah:
- Meningkatkan mutu genetik ternak.
- Mempercepat peningkatan populasi ternak.
- Berpotensi mencegah terjangkitnya penyakit hewan menular yang ditularkan melaui saluran kelamin.
- Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio beku.
- Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
- Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan keturunan yang unggul.
- Meningkatkan pendapatan masyarakat
2.12 Keunggulan
Teknologi Transfer Embrio Dibandingkan Inseminasi Buatan
- Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul
- Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan kawin alam.
- Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih dari 20 – 30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat menghasilkan satu pedet per tahun.
- Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri) dengan satu embrio.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teknologi
transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi ternak melalui
teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa genetic untuk
meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan jumlah yang lebih
banyak.
3.2 Saran
Saran
yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita melakukan
Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum melakukan
transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan
embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi,
transfer Embrio.
DAFTAR PUSTAKA
Fajrin. (2012). Transfer
Embryo. http://fajrin010.blogspot.com/2012/10/makalah-transfer-embrio.html. [06 Mei 2013].
Traitago. (2011). Pengertian
Transfer Embryo. http://traita90.wordpress.com/2011/02/25/pengertian-transfer-embrio/. [06 Mei 2013].
Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan.
Keterkaitan penelitian, pengkkajian dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I
Bioteknologi Peternakan. Kerjasama Kantor menristek dengan Departemen
pertanian. Bogor.
Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio
mamalia. Mata kulia Inti Dalam Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod. Peternakan. Balai pembibitan Ternak dan
hijaun makanan, purwokerto.
Supriatna, I dan F.H.
Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi,
Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak.
Angkasa. Bandung.
Sumber Gambar :
http://www.fao.org/docrep/004/T0117E/T0117E10.jpg [19 Mei 2013]
Embrio Transfer (TE), bag 2.
Reviewed by kangmaruf
on
11:34 PM
Rating:
No comments: