Tujuan dan Cara Pemeliharaan Sapi Bali di Masyarakat
Sapi Bali
Sapi bali merupakan ternak potong andalan di Indonesia dan merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang harus dilestarikan agar tidak punah.
Dibalik beragam kelebihan yang dimiliki sapi bali ternyata sangat banyak hal yang mulai mengancam keberadaan populasi, kualitas genetik, kualitas dan kuantitas produksi selain kemurnian darah sapi bali.
Sapi bali dikenal sebagai ternak penghasil daging yang potensial baik bagi Bali sendiri maupun bagi daerah lain seperti Jawa, NTB, Sulawesi dan daerah lainnya. Bali sendiri memiliki visi: terwujudnya peternakan yang maju, efisien, berwawasan agribisnis dan berbasis di pedesaan.
Untuk mencapai visi tersebut salah satu cara yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan populasi dan produksi ternak untuk mempertahankan Bali sebagai salah satu daerah produsen ternak berkualitas khususnya sapi Bali.
Sapi bali jantan |
Sapi bali betina |
Peningkatan populasi dan produksi ternak belakangan menjadi isu yang terus berkembang, sejalan dengan keinginan Indonesia untuk berswasembada daging pada tahun 2010.
Belakangan daging sapi semakin diminati oleh masyarakat sehubungan dengan merebaknya kasus flu burung yang kasusnya menyebar ke hampir seluruh wilayah di Indonesia dan Bali adalah salah satu daerah yang sudah positif tertular.
Disisi lain Bali sampai saat ini setiap tahunnya baru mampu memenuhi sebagian dari jumlah yang diminta oleh daerah lain seperti Jakarta dan Jawa Barat. Tahun 2005 jumlah pengiriman sapi bali ke luar Bali berjumlah 74.042 ekor, meningkat 26,22% dari tahun sebelumnya.
Dilihat dari fenomena ini, maka Bali sebagai salah satu produsen sapi bali sudah seharusnya mengantisipasi kekurangan yang ada selama ini dengan jalan menerapkan teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas sapi bali.
Sapi bali selama ini dikenal sebagai ternak yang dipelihara secara individual dengan cara-cara tradisional. Hal ini menyebabkan sapi bali perkembangannya agak lambat dan cenderung stagnan, namun disisi lain teknologi pakan untuk ternak (sapi) telah tersedia dan perlu diterapkan oleh peternak secara kontinyu sehingga ternak yang dihasilkan oleh peternak-peternak di Bali meningkat kualitas dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi permintaan pasar.
Bali juga dikenal sebagai gudang sekaligus daerah pemurnian sapi Bali serta sebagai sumber bibit yang diyakini mutunya paling baik dibandingkan daerah lain.
Dengan pengembangan sapi bali juga akan melestarikan salah satu plasma nutfah ternak lokal yang selama ini menjadi salah satu ikon ternak nasional.
Agar plasma nutfah ternak lokal (Bali) dapat dikembangkan dan memberikan peranan aktif dalam pengembangan ternak, perlu dipertimbangkan karakter-karakter agribisnis yang dipersyaratkan, yaitu :
- berorientasi pada permintaan pasar;
- mempunyai daya saing yang tinggi;
- harus dapat meningkat secara riil dalam arti harus mampu mencukupi kebutuhan pangan yang harus tumbuh, baik jumlah, ragam, dan mutunya;
- efisien dalam penggunaan lahan disertai dengan penerapan teknologi yang mampu meningkatkan produksi per satuan luas/satuan waktu;
- terpadu dengan sektor-sektor lain guna meningkatkan nilai tambah melalui kaitan ke depan (forward linkages) dan kaitan ke belakang (backward linkages).
Produktivitas yang rendah dapat disebabkan oleh karena pola pemeliharaan dan manajemen ternak yang rendah dan kurang terarah, dimana petani ternak belum memperhatikan mutu pakan, tata cara pemeliharaan, perkandangan, penyakit dan lain-lain.
Salah satu faktor yang mendukung produktivitas adalah fertilitas, dan fertilitas ternak betina akan memberikan hasil yang optimal apabila memperhatikan faktor-faktor seperti: bebas dari penyakit reproduksi, bebas dari masalah pada waktu beranak, bebas dari masalah ketidak seimbangan nutrisi, dan kondisi ternak tidak terlalu kurus atau gemuk.
Dalam upaya peningkatan produktivitas dan mutu sapi bali perlu terobosan teknologi yang bersifat spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan. Upaya-upaya peningkatan produktivitas telah banyak dilakukan antara lain dengan perbaikan mutu pakan.
Potensi Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 5 peternak secara acak (lampiran), sebagian besar peternak merupakan usia lanjut yaitu berumur 60-75 tahun. Hanya 1 peternak yang masih berumur 43 tahun.
Sapi Bali di padang padang gembala |
Mata pencaharian pokok peternak responden adalah berternak dengan usaha sambilan bertani. Ternak yang mereka pelihara merupakan milik sendiri dan dikerjakan secara gotong royong dengan seluruh anggota keluarganya.
Pengalaman dalam memelihara sapi bali umumnya telah lama (turun-temurun) dengan jumlah ternak yang dimiliki rata-rata 1-5 ekor.
Pengetahuan peternak dalam memelihara sapi bali, hampir semua responden berasal dari orang tua atau bersifat turunan, kerabat, tetangga, dan penyuluhan yang diberikan oleh instansi terkait.
Tujuan utama peternak dalam memelihara sapi bali yaitu sebagai alat pertanian, sebagai sumber pendapatan dan sebagai penghasil pupuk kandang.
Pengalaman dalam memelihara sapi bali di Kabupaten Klungkung walaupun telah berlangsung lama, namun masih banyak ditemukan kekurangan terutama dalam hal pengelolaannya.
Hal ini disebabkan karena masih rendahnya tingkat pendidikan peternak, sehingga ada keterbatasan dalam menangkap ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya mengenai cara pengelolaan ternaknya secara intensif.
Luas kandang terlalu kecil dan sempit, kebersihan kandang yang kurang mendapat perhatian dari peternak, begitu pula dengan pola pemberian pakan yang masih kurang.
Pola Pemeliharaan Sapi Bali
Hampir semua petani di Bali memelihara sapi bali. Pada mulanya, sapi bali tidak saja dipelihara sebagai ternak, tetapi juga sebagai hewan kesayangan. Petani memelihara sapi bali tanpa memperhitungkan input dan output pemeliharaannya.
Cara pemeliharaan yang demikian dikenal dengan istilah cara tradisional. Meskipun demikian, petani tidak akan memilih sembarang sapi untuk dipelihara. Mereka mempunyai patokan dan syarat-syarat tertentu untuk sapi yang akan dipeliharanya.
Syarat-syarat tersebut diantaranya keleng, angob, balung gede, lemuh, cicih dan tanduk silabesada. Selain itu, petani akan menghindari memelihara sapi bali yang memiliki ciri-ciri injin, bunglun, buras, gading, selebo, lidah putih, panjut, tanduk sono dan sapi yang mempunyai pusaran rambut (unyeng-unyeng) di daerah kepala dan wajah.
Berdasarkan kuesioner, cara beternak sapi bali di Kabupaten Klungkung masih dilakukan secara ekstensif dengan pengertian sapi dipelihara di luar kandang sepanjang hari (tidak dikandangkan secara khusus) atau sapi hanya dikandangkan seadanya.
Pemeliharaan sapi bali umumnya dilakukan dengan menambatkannya di tegalan yang ditumbuhi runput yang subur.
Namun ada pula sapi bali yang dibuatkan kandang cabut, yaitu kandang beratap yang bisa dipindahkan. Kandang seperti ini biasanya dapat dipindahkan dari tempat yang rumputnya sudah habis dinakan sapi ke tempat baru yang rumputnya masih banyak.
Sapi bali di Bali, banyak yang hidup tanpa kandang sepanjang hayatnya, dan hari ke hari sapi hanya ditambatkan di bawah pohon yang rindang. Kandang sapi bali umumnya terbuka ke semua sisi, sehingga angin dapat berhembus dengan leluasa dari semua sisi yang terbuka itu.
Seorang peternak menggembalakan sapinya |
Di samping kandang yang terbuka seperti itu, ada pula kandang yang berada di dalam kawasan yang ditutupi oleh pagar yang rapat yang ditumbuhi tanaman semak sehingga kandang itu memiliki dinding untuk menahan derasnya hembusan angin pada saat-saat tertentu.
Masyarakat Bali jarang membangun kandang sapi di lingkungan rumahnya. Kandang sapi itu biasanya dibangun di persawahan, di ladang, atau di teba (kebun belakang rumah). Pilihan lokasi kandang ini memang bagus karena tidak mencemari pemukiman dan limbahnya segera dapat dimanfaatkan.
Lantai kandang sapi bali biasanya sengaja dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah sekitarnya sehingga kandang tidak mudah becek. Lantai kandang dibuat dari tanah yang sengaja dipadatkan sehingga memudahkan saat membersihkan.
Seekor sapi bali memerlukan ruang sekitar 2 - 2,5 meter (panjang), 1 - 1,5 meter (lebar) dan 2 - 2,5 meter (tinggi). Tempat pakan biasanya diletakkan di luar pembatas kandang.
Oleh karena itu, usaha pemeliharaan sapi terutama sapi bali yang dipelihara rakyat memerlukan penanganan khusus. Mengingat sapi bali membutuhkan perhatian yang serius agar bisa mencapai produksi yang maksimal, termasuk pola pemberian pakan.
Dari data yang diperoleh, pola pemberian pakan pada ternak sapi bali tidak teratur. Pakan hijauan yang diberikan hanya sekedarnya.
Biasanya berupa rumput lapangan dan dedunan yang ada disekitar lingkungan seperti batang pisang, pelepah daun kelapa yang sudah dikupas, batang jagung, dan lain-lain.
Setiap hari, paling tidak sekali dalam sehari, sapi digiring ke sumber air atau sungai untuk diberi minum dan dimandikan. Pemberian mineral dan vitamin belum dilakukan.
Vaksinasi dan pengobatan pada sapi yang sedang sakit terkadang tidak diterapkan atau dilakukan dengan seadanya dengan memanggil dokter hewan terdekat.
Tujuan Utama Pemeliharaan Sapi Bali
Berdasarkan kuisioner, tujuan utama peternak responden dalam memelihara sapi bali yaitu sebagai alat pertanian sekaligus penghasil pupuk kandang dan sebagai sumber pendapatan.
Sapi bali sebagai tenaga kerja pertanian dan penghasil pupuk kandang
Sebagai tenaga kerja, sepasang sapi bali dapat dipekerjakan untuk :
- membajak sawah;
- sebagai penghasil pupuk kandang; dan
- untuk menarik geroba. Sebagai pembajak sawah, sepasang sapi bali dapat dipekerjakan selama 4 jam atau dapat membajak sawah seluas 0,4 Ha per hari.
Sementara itu, seekor sapi bali dapat menghasilkan rata-rata 16 kg kotoran (tinja) per hari yang bila diolah akan menghasilkan 8 kg pupuk organik.
Oleh karena itu, dalam satu tahun, seekor sapi bali dewasa dapat menghasilkan 2,920 ton pupuk organik yang cukup untuk memupuk tanaman seluas 1 Ha per musim tanam.
Sapi bali juga dipakai untuk menarik gerobak pengangkut hasil-hasil pertanian seperti padi dan jerami.
Peran sapi bali sebagai pekerja makin berkurang dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh penggunaan traktor yang dapat membajak sawah secara lebih cepat dan lebih efisien.
Demikian pula fungsinya sebagai pengangkut telah beralih pada alat-alat transportasi bermotor yang perkembangannya cukup pesat sampai ke pedesaan.
Meskipun demikian, sapi bali tetap dipelihara oleh petani untuk memproduksi pupuk kandang dan untuk mengerjakan lahan yang tidak terjangkau oleh traktor misalny lahan yang lokasinya terlalu curam atau yang ukuran petaknya kecil.
Sapi bali sebagai sumber pendapatan
Sapi bali mempunyai sifat-sifat subur, cepat beranak (cicih), mudah beradaptasi dengan lingkungan, dapat hidup di lahan kritis, dan mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan. Itu sebabnya, sapi bali menjadi ternak unggulan yang disukai oleh petani di Indonesia.
Selain keunggulan di atas, sapi bali juga mempunyai harga yang stabil dan bahkan setiap tahunnya harganya cenderung meningkat.
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini, belum pernah terjadi penurunan harga sapi bali di pasaran, baik sapi bibit maupun sapi bakalan untuk sapi potong, sehingga sapi menjadi sumber pendapatan yang dihandalkan oleh petani.
Sapi akan dijual sewaktu-waktu ketika petani membutuhkan uang. Seiring dengan bergulirnya modernisasi pertanian ketika penggunaan traktor dan alat angkut bermotor semakin meluas, pandangan petani terhadap ternak sapi mulai bergeser dari ternak yang dipelihara secara tradisional ke ternak yang dipelihara secara intensif.
Hal inilah yang perlu mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat dan pusat, sehingga nantinya akan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat yang sekaligus juga akan menjaga kelestarian populasi dari sapi bali itu sendiri.
Sapi bali selalu memiliki pemasaran yang baik sehingga petani dapat menjualnya setiap saat ketika petani sedang membutuhkan uang untuk keperluan hidupnya. Maka tak jarang petani menjadikan sapi bali sebagai tabungan hidup.
Sapi bali memberikan pendapatan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan komoditi ternak lainnya. Misalnya, pada pertengahan tahun 2002 harga seekor sapi betina dan jantan adalah berturut-turut Rp 2.350.000,- dan 2.650.000,-/ ekor, dan sapi potong dengan berat >400 kg berharga Rp 12.150/kg/berat hidup.
Referensi
Anonimous. 2005. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Bali. Dinas Peternakan Propinsi Bali.
Batan, I Wayan, dkk. Buku Ajar Sapi Bali dan Penyakitnya. Fakultas Kedokteran Hewan-Universitas Udayana. Penerbit: Universitas Udayana. Bali
Santosa, Undang. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya. Jakarta
Tujuan dan Cara Pemeliharaan Sapi Bali di Masyarakat
Reviewed by kangmaruf
on
6:17 AM
Rating:
No comments: